Senin, 23 Desember 2024

PENANGKAPAN IKAN ENDEMIK SISTEM DANAU MALILI MENGGUNAKAN BAGAN DI DANAU TOWUTI, LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

Pendahuluan

Danau Towuti, merupakan bagian kompleks Danau Malili. Kompleks Danau Malili terdiri dari lima danau purba yang saling terhubungkan sungai-sungai (Danau Matano, Danau Towuti, Danau Mahalona, Danau Lontoa/Danau Wawontoa dan Danau Masapi). Kompleks danau ini merupakan danau purba, yang lama terisolasi, sehingga tidak heran memiliki banyak hewan akuatik (terutama ikan, udang, kepiting, dan siput) endemic sendiri kawasan ini. Di kompleks Danau Malili terdapat tiga genus endemic sendiri, meliputi 22 jenis Telmatherina, Paratherina dan Tominanga; Telmatherina terdiri dari 16 jenis, Paratherina 4 jenis, Tominanga 2 jenis. Selain itu, di kawasan ini juga dihuni genus lain, merupakan jenis endemic kompleks Danau Malili, yaitu Nomorhamphus dua jenis, Oryzias lima jenis, dan gobi sembilan jenis. Endemesitas hewan akuatik lain (kepiting, udang dan siput) juga tinggi, bahkan beberapa genus juga endemik tersendiri kawasan ini (kepiting dan siput).

Gambar 1. Foto bagan ditempatkan di kedalaman lebih 80 m Danau Towuti

Danau Towuti seluas 561,1 km2, merupakan danau terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba, memiliki kedalaman hingga 203 m.  Penduduk asli kompleks Danau Malili adalah Suku Podo’e, berkerabat dengan suku Mori dan Bungku di Morowali, dan suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. Selain juga Suku Bugis sebagai pendatang cukup banyak jumlahnya di kawasan ini.

Mata pencaharian utama penduduk menetap di tepi kompleks danau ini adalah nelayan, dan bertani. Dalam menjalankan aktifitasnya sebagai nelayan, mereka menggunakan beragam alat tangkap ikan, yaitu pancing, pukat, bagan, panah, tombak, perangkap, dan sebagainya. Menurut Samuel et al. 2017, bahwa jaring dan bagan merupakan alat tangkap yang dominan digunakan oleh para nelayan untuk menangkap ikan endemik.

Dalam tulisan berikut ini penulis akan menguraikan khusus penggunaan bagan sebagai alat tangkap ikan di Danau Towuti.

Dari hasil pendataan penulis lakukan, tercatat lima jenis ikan ditangkap para nelayan menggunakan bagan di perairan Danau Towuti, yaitu Pangkilang (Tominanga aurea), Karopa Kuning (Tominanga sanguicauda), Bonti-Bonti (Paratherina striata), Dui-Dui (Nomorhamphus megarrhamphus), dan Boto-Boto (Glossogobius matanensis). Seluruhnya endemik sistem Danau Malili.

Untuk mendapatkan data tulisan ini; aktifitas penempatan bagan, aktifitas persiapan dan paska penangkapan ikan, proses pengeringan, dan juga penting data dan foto jenis ikan di tangkap di bagan, penulis mengunjungi langsung ke bagan di tempatkan di tengah Danau Towuti (bagan milik Bapak Fadlan), pada tanggal 29 - 30 Juni 2024.

Penangkapan ikan menggunakan bagan

Bagan merupakan alat tangkap ikan yang menggunakan jaring dan lampu sehingga bisa digunakan untuk light fishing (pemancingan cahaya). Umumnya berbentuk perahu berukuran persegi, terdapat pondok kecil, ditempatkan pinggiran atau tengah perairan.

Gambar 2. Foto Bagan setelah selesai dibuat atau diperbaiki di daratan dibawa ke perairan dengan cara didorong menggunakan katinting

Bagan di Danau Towuti termasuk jenis bagan perahu, yang komponennya  terdiri  dari  jaring  bagan,  rumah  bagan, sero, dan lampu. Mata jaring berukuran kecil, cocok menangkap ikan sejenis teri, terbuat dari nilon. Jaring diikatkan pada sema-sema bagan berbentuk bujur sangkar terbuat dari kayu kuat. Pada bagian tengah bagan terdapat alat penggulung (roller) digerakkan manual tenaga manusia, berfungsi menurunkan dan menaikan jaring bagan. Jaring diletakkan melingkari bagan, tetapi saat ditarik akan terkumpul masing-masing pada sisi kiri kanan bagan. 

Gambar 3. Pemilik Bagan melepas ikatan jaring diikat di sema-sema bagan
Gambar 4. Pemilik bagan melepaskan jaring ke dalam danau

Gambar 5. Pemilik bagan memperbaiki jaring robek sebelum diturunkan

Gambar 6. Rumah bagan berfungsi sebagai tempat tidur, shalat dan memasak

Dibandingkan bagan sejenis di perairan laut, bagan di Danau Towuti berukuran kecil, sehingga mudah dioperasikan dibanding bagan di perairan laut; bagan ini dapat dioperasikan satu orang, tetapi idealnya dioperasikan  tiga  hingga  empat orang, tetapi karena untuk menghemat biaya operasional maka beberapa pemilik bagan mengoperasikan seorang diri. Selain itu keuntungan membuat bagan berukuran kecil dapat lebih efisien memindahkan dari satu tempat ke tempat lain, serta biaya pembuatan relatif lebih murah (hanya di bawah Rp. 100.000.000,-). Bandingkan biaya membuat bagan di perairan laut mencapai miliaran rupiah.

Gambar 7. Lampu dinyalakan di sekeliling bagan untuk menarik perhatian ikan

Gambar 8. Lampu tengah dinyalakan setelah ikan terkumpul di dalam jaring dan lampu sekeliling bagan dimatikan

Bagan di buat di daratan. Setelah bagan siap dioperasikan, lalu menggunakan katinting di bawa ke perairan dekat tepi danau atau ke tengah danau. Karena ukurannya kecil sehingga cara membawa katinting cukup didorong menggunakan katinting. Berbeda bagan di perairan laut, di tarik menggunakan katinting berukuran besar, karena ukurannya besar. Setelah ditemukan lokasi ideal lalu jangkar diturunkan.

Gambar 9. Pemilik bagan menjemur ikan di pinggir sema-sema bagan

Gambar 10. Ikan hasil tangkapan dijemur di pinggir sema-sema bagan

Lokasi paling baik menangkap ikan di danau ini adalah kedalaman di atas 70 m. Pada kedalaman tersebut banyak ditangkap ikan Pangkilang, yang merupakan fovorit para nelayan, karena harganya lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lain, sedangkan Karopa Kuning banyak dijumpai kedalaman di bawah 70 m. Di kedalaman lebih dari 70 m juga banyak dijumpai Bonti Bonti. Tanjung Mere dan Lengkona merupakan lokasi paling favorit para nelayan menangkap ikan, karena di tempat tersebut banyak terdapat Pangkilang, juga terdapat Karopa Kuning dan Bonti-Bonti, tetapi tidak sebanyak Pangkilang. Dalam sehari jaring ditarik tiga kali; jam 19.00/20.00, 00.00, dan 04.00/04.30.

Gambar 11. Ikan Pangkilang (Tominanga aurea)

Gambar 12. Ikan Bonti-bonti (Paratherina striata)

Gambar 13. Ikan Karopa kuning (Paratherina sanguicauda)

Sore hari, jaring diturunkan, agar lebih mudah tenggelam maka pada jaring diikat pemberat dari batu berukuran sedang. Menjelang jaring diangkat seluruh lampu bagan dimatikah, hanya menyisakan lampu di bagian tengah, setelah kurang lebih ½ hingga 1 jam jaring masing-masing pada sisi kanan dan kiri bagan perlahan diangkat/ditarik. Hingga seluruh ikan tangkapan terkumpul pada masing-masing jaring kanan dan kiri.

Gambar 14. Ikan Dui-dui (Nomorhamphus megarrhamphus)

Gambar 15. Ikan Boto-boto (Glossogobius matanensis)

Hasil tangkapan para nelayan, setelah terkumpul lalu dikeringkan langsung di samping bagan, setelah kering ikan dikumpulkan. Dalam beberapa hari, ikan terkumpul dalam jumlah banyak lalu dibawa ke daratan, dan dijual kepada para pengumpul atau pedagang di pasar atau kios-kios.   

Menurut Pak Fadlan, pemilik bagan di Desa Timampu, bahwa saat ini sejumlah 40 bagan yang beroperasi di Danau Towuti, bertambah banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bagan-bagan ini ditempatkan tersebar dekat tepi danau hingga di kedalaman mendekati 200 m. Walaupun jumlah bagan di danau Towuti tetap bertambah, tetapi hasil tangkapan nelayan tidak berkurang.

Gambar 16. Ikan Karopa kuning dikeringkan

Gambar 17. Ikan pangkilang dikeringkan

Pangkilang, Karopa Kuning dan Bonti-Bonti merupakan jenis ikan tangkapan utama nelayan, sedangkan Dui-Dui dan Boto-Boto ikut terjaring saat menangkap jenis ikan utama, sehingga jumlahnya hanya beberapa ekor. Dui-Dui terkena jaring karena tertarik cahaya lampu, sedangkan Boto-Boto karena berburu ikan ditangkap nelayan.

Para nelayan mendapatkan tangkapan ikan, terutama pangkilang rata-rata 10 kg kering dalam satu hari, kadang kurang atau lebih dari jumlah tersebut. Satu kilogram Pangkilang kering dijual seharga Rp. 100.000,- sedangkan Karopa Kuning dan Bonti Bonti seharga Rp. 50.000,- sehingga dalam sehari mereka mendapatkan penghasilan Rp. 500.000,- hingga 1.000.000,- Di pasar dan kios-kios di tepi Danau Towuti, terutama di Desa Timampu harga Pangkilang Rp. 120.000,- hingga Rp. 130.000,- /kg, sedang Karopa Kuning dan Bonti-Bonti Rp. 70.000,- hingga Rp. 90.000,-  

Gambar 18. Ikan Pangkilang dijual di kios Desa Timampu 
 Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Daniel F. Mokodongan, atas informasi tentang ikan endemik sistem Danau Malili diberikan kepada penulis sebelum penulis berangkat ke lokasi, Bapak Fadlan bersama keluarga atas kebaikan menjamu penulis selama di Desa Timampu, bahkan dengan rela hati mengizinkan penulis ikut bersama menginap di bagan miliknya, serta memberikan banyak informasi tentang penangkapan ikan menggunakan bagan di Danau Towuti, dan Pak Ahmad bersama stafnya di Wawondula, telah membantu penulis mendapatkan banyak jenis ikan dan udang endemik system Danau Malili. Juga Moh. Ihsan Nur Mallo, yang telah membantu mengedit dan memposting tulisan ini. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu selama melakukan kegiatan di lapangan.

Daftar Pustaka

Kottelat, M., & Whitten, A.J. (1993). Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus edition. 

Miesen, F.W., Droppelmann, F., Hüllen, S., Hadiaty, R.K. & Herder, F. (2016). An annotated checklist of the inland fishes of Sulawesi. Bonn zoological Bulletin 64 (2): 77–106. March 2016.

Samuel, S., Husna, H., & Makmur S. (2017). Perikanan Tangkap di Danau Matano, Mahalona dan Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Perikanan Indonesia. Pebruari 2017.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar