Juvenile Elang Sulawesi |
Sekilas Elang Sulawesi
Elang Sulawesi
merupakan jenis burung endemik Sulawesi. Termasuk dalam marga Nisaetus, yang merupakan kelompok elang
hanya beranggotakan sembilan jenis. Pusat penyebaran anggota Nisaetus terbatas di Semenanjung
Malaysia, Sunda Besar, Philippina, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Kecuali dua
jenis; N. nipalensis, tersebar luas ke timur laut Pakistan, sekitar Himalaya, Rusia timur jauh,
timur dan timur laut Cina, Korea, Jepang, Taiwan, Asia Tenggara dan C. Cirrhatus ke Asia Tenggara hingga subcontinental India. Data genetik baru-baru ini, menempatkannya
berkerabat erat dengan jenis di Philippina (N. philippensis dan N.
pinskeri) dan C.
Cirrhatus (del Hoyo, J. et al., 2014).
Elang Sulawesi
tersebar luas meliputi hampir seluruh daratan Sulawesi, termasuk beberapa pulau
satelitnya; Bangka, Lembeh, Kepulauan Banggai, Kepulauan Sula, Muna, Buton
(Mallo, dkk., 2017). Dari pesisir pantai hingga ketinggian 2610 m (G.
Rorekatimbu, TN. Lore Lindu)(Mallo, 2015). Tetapi tidak umum di jumpai di seluruh
tempat penyebarannya.
Di daratan
Sulawesi hanya terbatas dijumpai pada areal hutan primer dan sekunder tua yang
cukup luas. Walaupun kedua tipe hutan tersebut merupakan habitat utamanya,
tetapi juga sering terlihat berburu di areal terbuka dekat hutan, terutama pada
lahan budidaya yang relatif belum ramai dikunjungi manusia.
Sering
teramati berkompetisi dengan Elangular Sulawesi
(Spilornis rufipectus) saat mencari makanan. Tetapi sering menghindar jika
melakukan kontak dengan burung tersebut, karena Elangular Sulawesi sering
melakukan aktifitas berkelompok kecil, sehingga lebih unggul dalam berkompetisi
dengan burung ini (Mallo, 2015.).
Perkembangbiakan
Ekologi dan
tingkah-laku Elang Sulawesi masih sangat jarang diketahui, termasuk perkembangbiakannya.
Dari penelusuran literatur kami lakukan, data berbiaknya hanya dari Ferguson-Lees, et al. (2001), Burton (1989) pada
Nurwatha, dkk (2000), Asnita, (2002) dan
data terbaru dari Esli Kakauhe.
Dari catatan
mereka berhasil dijumpai empat sarang Elang Sulawesi; masing-masing satu sarang
aktif pada Ferguson-Lees, et al. (2001), satu sarang tidak aktif pada
Burton 1989, satu sarang tidak aktif
pada Asnita di Taman Nasional Lore Lindu
2001 dan satu sarang aktif pada Esli Kakauhe di Cagar Alam Tangkoko-Dua
Sudara 2017. Dari keempat catatan penemuan sarang tersebut, Ferguson-Lees, et al. mencatat sarang
dibuat pada tumbuhan epifit setinggi sekitar 20 m, pada dahan
pohon besar di hutan,
sedangkan Esli Kakauhe mencatat sarang
dibuat pada pohon “kayu telor”
(bahasa lokal), setinggi paling rendah 30 m (kom. pribadi, Desember 2017). Ferguson-Lees,
et al. juga mencatat satu telur dijumpai disarang.
Walapun sering
dijumpai juvenile dan immature Elang Sulawesi, tetapi sangat jarang dijumpai
sarang. Sebagai komparasi, dalam beberapa catatan ornitolog menjelaskan bahwa
sarang Nisaetus bartelsi di Jawa
sangat sulit dijumpai. Walaupun telah dilakukan survei dengan waktu yang lama,
sangat sulit menjumpai sarangnya. Banyak sarang dijumpai karena kebetulan atau
karena informasi masyarakat yang sering mengunjungi hutan. Sulitnya menemukan
sarang Nisaetus bartelsi, karena burung
ini sering membuat sarang pada tempat yang terpencil dan saat mendatangi sarang
burung ini mengecoh untuk terdeteksi, sehingga sangat sulit melihat posisi
sarangnya. Mungkin kebiasaan ini juga berlaku pada semua jenis Nisaetus, termasuk Elang Sulawesi. Tingkah
laku berbiak ini mungkin berkaitan dengan adaptasi untuk mengecoh predator yang
memangsa anaknya.
Predator
terhadap anak Elang Sulawesi belum diketahui, tetapi jika kita komparasikan
dengan gangguan anak Nisaetus bartelsi
di Jawa; 11 Oktober 2015 saya menjumpai satu anak menjelang dewasa mendapat
gangguan dari kelompok Presbytis comata di
Jawa Barat. Peristiwa gangguan dari hewan primata terhadap anak Nisaetus bartelsi seperti ini sering
diamati oleh para ornitolog di beberapa tempat di Jawa. Bila mengacu pada hal
itu, mungkin gangguan anak Elang Sulawesi juga datang dari Macaca spp., yang habitatnya
sama dengan habitat Elang Sulawesi di dataran rendah.
Tabel
1. Masa inkubasi, fledgling dan mandiri anak Pandion halieatus, Pernis
ptilorhynchus, Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga
ichthyaetus dan Milvus migrans (Ferguson-Lees, et al. 2001).
Oleh karena itu sejak tahun lalu saya mengumpulkan data berbiak Elang Sulawesi, dari hasil pengamatan pribadi, pengamatan teman-teman lain, serta beberapa perjumpaan para ornitolog berkaitan peristiwa berbiak.Data musim berbiak dari catatan Ferguson-Lees, et al. dan Burton mungkin masing-masing hanya mewakili satu “peristiwa berbiak”, atau hanya sedikit peristiwa berbiak. Dari keterangan mereka menyebutkan dijumpai juvenile pada bulan Agustus. Jika data tersebut didapatkan dari kurangnya peristiwa berbiak, maka hal itu belum dapat menggambarkan secara akurat kondisi musim perkembangbiakan burung ini.
Oleh karena itu sejak tahun lalu saya mengumpulkan data berbiak Elang Sulawesi, dari hasil pengamatan pribadi, pengamatan teman-teman lain, serta beberapa perjumpaan para ornitolog berkaitan peristiwa berbiak.Data musim berbiak dari catatan Ferguson-Lees, et al. dan Burton mungkin masing-masing hanya mewakili satu “peristiwa berbiak”, atau hanya sedikit peristiwa berbiak. Dari keterangan mereka menyebutkan dijumpai juvenile pada bulan Agustus. Jika data tersebut didapatkan dari kurangnya peristiwa berbiak, maka hal itu belum dapat menggambarkan secara akurat kondisi musim perkembangbiakan burung ini.
Dari
pengumpulan data tersebut kami berhasil mencatat 21 peristiwa berbiak
(perjumpaan juvenile/immature) pada beberapa tempat. Mungkin dapat membantu
mengetahui perkembangbiakan burung ini (Mallo, 2017).
Gambar 1 Histogram
perjumpaan juvenile/immature Nisaetus
lanceolatus
Gambar 2 Histogram perjumpaan juvenile/immature raptor
di Sulawesi.
|
Dari 21
peristiwa berbiak tersebut, juvenile/immature Elang Sulawesi dijumpai sejak
Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, Desember dan Januari.
Terbanyak perjumpaan pada September (Gambar 1). Menurut Ferguson-Lees, et al. (2001), bahwa juvenile yang
dilaporkan Agustus menunjukkan perkembangbiakan Elang Sulawesi dari Mei hingga Agustus. Lamanya
periode berbiak tersebut kurang lebih sama jika dibandingkan dengan data
berbiak elang seukuran Elang Sulawesi di tempat lain, luar Sulawesi (lihat
tabel). Dengan mengacu hal itu, maka dapat diketahui perkembangbiakan Elang
Sulawesi dimulai Maret hingga Januari, Puncak berbiak Juni hingga
September. Data bulan berbiak ini sesuai dengan data berbiak seluruh
raptor Sulawesi yang kami kumpulkan (dari
79 peristiwa berbiak), yang menunjukan berbiak
pada bulan-bulan tersebut, dengan puncak berbiak juga pada bulan Juni hingga
September (Gambar 2).
Data ini
mengindikasikan bahwa elang Sulawesi mulai berbiak pada akhir musim hujan dan anak sudah mandiri
(juvenile/immature) saat mulai memasuki musim hujan. Mungkin hal ini berkaitan
dengan lebih tersedianya makanan pada periode bulan-bulan tersebut.
Menurut
MacKinnon (1991) di daerah tropika, dibanding daerah beriklim sedang variasi
iklim jauh lebih sedikit dan suhu udaranya sangat tinggi hampir sepanjang
tahun. Sebagian besar burung penetap tidak menunjukkan reaksi terhadap
perubahan musim dan beberapa jenis berkembangbiak dalam bulan-bulan sepanjang
tahun. Namun demikian kita dapat mengenali beberapa pola perkembangbiakan yang
khas, dan pola ini berhubungan dengan adanya perbedaaan curah hujan. Mungkin
Elang Sulawesi juga berkembangbiak sepanjang tahun, tetapi musim berbiaknya
pada bulan-bulan seperti dijelaskan diatas, yang berkaitan dengan adanya
perbedaan curah hujan.
(Fachry Nur Mallo)
(26 Nopember
2007)
Daftar Pustaka.
Asnita, Y. 2002. Studi Beberapa Aspek Ekologi
Elang Sulawesi (Spizaetus lanceoatus) di Taman Nasional Lore Lindu,
Sulawesi Tengah. Skripsi. Fakultas-MIPA, Universitas Negeri Jakarta.
Jakarta.
del Hoyo, J., and Collar, N.J.
2014. Illustrated Checklist of
the Bird of the World, Volume 1 Non
Passerines. Birdlife International.
Ferguson-Lees, J.
and Christie, D.A. 2005. Raptor of the World. Chritopher Helm.
London.
MacKinnon, J.
1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan
Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mallo. F.N., 2015. Burung-burung
di Taman Nasional Lore Lindu, Catatan Ekologi, Konservasi dan Status Keberadaan
Jenis. Celebes Bird Club dan Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL)
Universitas Padjajaran. Bandung.
Mallo. F.N., dan Putra, D.D., 2017. Panduan Burung-burung Sulawesi. Belum dipublikasikan. Celebes Bird
Club. Palu.
Mallo. F.N., 2017. Ekologi,
Biogeografi dan Konservasi burung-burung Sulawesi. Belum dipublikasikan.
Celebes Bird Club. Palu.
Nurwantha , P.F., Rakhman Z, dan Raharjaningtrah, W. 2000. Distribusi dan Populasi Elang Sulawesi, Spizaetus lanceolatus, di Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tengah. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar