Minggu, 26 November 2017

PERKEMBANGBIAKAN ELANG SULAWESI (Nisaetus lanceolatus)

Juvenile Elang Sulawesi
Sekilas Elang Sulawesi
Elang Sulawesi merupakan jenis burung endemik Sulawesi. Termasuk dalam marga Nisaetus, yang merupakan kelompok elang hanya beranggotakan sembilan jenis. Pusat penyebaran anggota Nisaetus terbatas di Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, Philippina, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Kecuali dua jenis;  N. nipalensis, tersebar luas ke timur laut  Pakistan, sekitar Himalaya, Rusia timur jauh, timur dan timur laut Cina, Korea, Jepang, Taiwan, Asia Tenggara  dan C. Cirrhatus ke Asia Tenggara hingga subcontinental India. Data genetik baru-baru ini, menempatkannya berkerabat erat dengan jenis di Philippina  (N. philippensis dan N.  pinskeri) dan  C. Cirrhatus (del Hoyo, J. et al.,  2014).
Elang Sulawesi tersebar luas meliputi hampir seluruh daratan Sulawesi, termasuk beberapa pulau satelitnya; Bangka, Lembeh, Kepulauan Banggai, Kepulauan Sula, Muna, Buton (Mallo, dkk., 2017). Dari pesisir pantai hingga ketinggian 2610 m (G. Rorekatimbu, TN. Lore Lindu)(Mallo, 2015). Tetapi tidak umum di jumpai di seluruh tempat penyebarannya.

Di daratan Sulawesi hanya terbatas dijumpai pada areal hutan primer dan sekunder tua yang cukup luas. Walaupun kedua tipe hutan tersebut merupakan habitat utamanya, tetapi juga sering terlihat berburu di areal terbuka dekat hutan, terutama pada lahan budidaya yang relatif belum ramai dikunjungi manusia.
Sering teramati berkompetisi dengan Elangular Sulawesi  (Spilornis rufipectus) saat  mencari makanan. Tetapi sering menghindar jika melakukan kontak dengan burung tersebut, karena Elangular Sulawesi sering melakukan aktifitas berkelompok kecil, sehingga lebih unggul dalam berkompetisi dengan burung ini (Mallo, 2015.).  
Perkembangbiakan
Ekologi dan tingkah-laku Elang Sulawesi masih sangat jarang diketahui, termasuk perkembangbiakannya. Dari penelusuran literatur kami lakukan, data berbiaknya hanya dari Ferguson-Lees, et al.  (2001),  Burton (1989) pada Nurwatha, dkk (2000), Asnita, (2002)  dan data terbaru dari Esli Kakauhe.
Dari catatan mereka berhasil dijumpai empat sarang Elang Sulawesi; masing-masing satu sarang aktif pada Ferguson-Lees, et al. (2001),  satu sarang tidak aktif pada  Burton 1989, satu sarang tidak aktif pada Asnita di Taman Nasional Lore Lindu  2001 dan satu sarang aktif pada Esli Kakauhe di Cagar Alam Tangkoko-Dua Sudara 2017. Dari keempat catatan penemuan sarang tersebut, Ferguson-Lees, et al.  mencatat sarang dibuat pada tumbuhan epifit setinggi sekitar 20 m,  pada dahan pohon besar di hutan, sedangkan Esli Kakauhe mencatat  sarang dibuat pada pohon “kayu telor” (bahasa lokal), setinggi paling rendah 30 m (kom. pribadi, Desember 2017).  Ferguson-Lees, et al.   juga mencatat satu telur dijumpai disarang.
Walapun sering dijumpai juvenile dan immature Elang Sulawesi, tetapi sangat jarang dijumpai sarang. Sebagai komparasi, dalam beberapa catatan ornitolog menjelaskan bahwa sarang Nisaetus bartelsi di Jawa sangat sulit dijumpai. Walaupun telah dilakukan survei dengan waktu yang lama, sangat sulit menjumpai sarangnya. Banyak sarang dijumpai karena kebetulan atau karena informasi masyarakat yang sering mengunjungi hutan. Sulitnya menemukan sarang Nisaetus bartelsi, karena burung ini sering membuat sarang pada tempat yang terpencil dan saat mendatangi sarang burung ini mengecoh untuk terdeteksi, sehingga sangat sulit melihat posisi sarangnya. Mungkin kebiasaan ini juga berlaku pada semua jenis Nisaetus, termasuk Elang Sulawesi. Tingkah laku berbiak ini mungkin berkaitan dengan adaptasi untuk mengecoh predator yang memangsa anaknya.  
Predator terhadap anak Elang Sulawesi belum diketahui, tetapi jika kita komparasikan dengan gangguan anak Nisaetus bartelsi di Jawa; 11 Oktober 2015 saya menjumpai satu anak menjelang dewasa mendapat gangguan dari kelompok Presbytis comata di Jawa Barat. Peristiwa gangguan dari hewan primata terhadap anak Nisaetus bartelsi seperti ini sering diamati oleh para ornitolog di beberapa tempat di Jawa. Bila mengacu pada hal itu, mungkin gangguan anak Elang Sulawesi juga datang dari Macaca spp., yang habitatnya  sama dengan habitat Elang Sulawesi di dataran rendah. 
Tabel 1. Masa inkubasi, fledgling dan mandiri anak Pandion halieatus, Pernis ptilorhynchus, Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga ichthyaetus dan Milvus migrans  (Ferguson-Lees, et al. 2001).
 Oleh karena itu sejak tahun lalu saya mengumpulkan data berbiak Elang Sulawesi, dari hasil pengamatan pribadi, pengamatan teman-teman lain, serta beberapa perjumpaan para ornitolog berkaitan peristiwa berbiak.Data musim berbiak dari catatan Ferguson-Lees, et al. dan Burton mungkin masing-masing hanya mewakili satu “peristiwa berbiak”, atau hanya sedikit peristiwa berbiak. Dari keterangan mereka menyebutkan dijumpai juvenile pada bulan Agustus. Jika data tersebut didapatkan dari kurangnya peristiwa berbiak, maka hal itu belum dapat menggambarkan secara akurat kondisi musim perkembangbiakan burung ini.
Dari pengumpulan data tersebut kami berhasil mencatat 21 peristiwa berbiak (perjumpaan juvenile/immature) pada beberapa tempat. Mungkin dapat membantu mengetahui perkembangbiakan burung ini (Mallo, 2017).
Gambar 1 Histogram perjumpaan juvenile/immature Nisaetus lanceolatus
Gambar 2  Histogram perjumpaan juvenile/immature raptor di Sulawesi.
Dari 21 peristiwa berbiak tersebut, juvenile/immature Elang Sulawesi dijumpai sejak Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, Desember dan Januari. Terbanyak perjumpaan pada September (Gambar 1). Menurut Ferguson-Lees, et al.  (2001), bahwa juvenile yang dilaporkan Agustus menunjukkan perkembangbiakan Elang Sulawesi dari Mei hingga Agustus. Lamanya periode berbiak tersebut kurang lebih sama jika dibandingkan dengan data berbiak elang seukuran Elang Sulawesi di tempat lain, luar Sulawesi (lihat tabel). Dengan mengacu hal itu, maka dapat diketahui perkembangbiakan Elang Sulawesi dimulai Maret hingga Januari, Puncak berbiak Juni hingga September.  Data bulan berbiak ini  sesuai dengan data berbiak seluruh raptor  Sulawesi yang kami kumpulkan (dari 79 peristiwa berbiak), yang menunjukan  berbiak pada bulan-bulan tersebut, dengan puncak berbiak juga pada bulan Juni hingga September (Gambar 2).
Data ini mengindikasikan bahwa elang Sulawesi mulai berbiak pada akhir musim  hujan dan anak sudah mandiri (juvenile/immature) saat mulai memasuki musim hujan. Mungkin hal ini berkaitan dengan lebih tersedianya makanan pada periode bulan-bulan tersebut.     
Menurut MacKinnon (1991) di daerah tropika, dibanding daerah beriklim sedang variasi iklim jauh lebih sedikit dan suhu udaranya sangat tinggi hampir sepanjang tahun. Sebagian besar burung penetap tidak menunjukkan reaksi terhadap perubahan musim dan beberapa jenis berkembangbiak dalam bulan-bulan sepanjang tahun. Namun demikian kita dapat mengenali beberapa pola perkembangbiakan yang khas, dan pola ini berhubungan dengan adanya perbedaaan curah hujan. Mungkin Elang Sulawesi juga berkembangbiak sepanjang tahun, tetapi musim berbiaknya pada bulan-bulan seperti dijelaskan diatas, yang berkaitan dengan adanya perbedaan curah hujan.
(Fachry Nur Mallo)
(26 Nopember 2007)
Daftar Pustaka.
Asnita, Y. 2002. Studi Beberapa Aspek Ekologi Elang Sulawesi (Spizaetus lanceoatus) di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Skripsi. Fakultas-MIPA, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.
del Hoyo, J., and Collar, N.J.  2014. Illustrated Checklist of the Bird of the World, Volume 1 Non Passerines. Birdlife International.
Ferguson-Lees, J. and Christie, D.A. 2005. Raptor of the World. Chritopher Helm.
         London.
MacKinnon, J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan
         Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mallo. F.N., 2015. Burung-burung di Taman Nasional Lore Lindu, Catatan Ekologi, Konservasi dan Status Keberadaan Jenis. Celebes Bird Club dan Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Padjajaran. Bandung.
Mallo. F.N., dan Putra, D.D., 2017. Panduan Burung-burung Sulawesi. Belum dipublikasikan. Celebes Bird Club. Palu.
Mallo. F.N., 2017. Ekologi, Biogeografi dan Konservasi burung-burung Sulawesi. Belum dipublikasikan. Celebes Bird Club. Palu.
Nurwantha , P.F., Rakhman  Z, dan Raharjaningtrah, W. 2000. Distribusi dan Populasi Elang Sulawesi, Spizaetus lanceolatus, di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar