Sudah enam tahun lebih saya meninggalkan Morowali,
Sulawesi Tengah, setelah sebelumnya
menetap di daerah tersebut selama empat tahun enam bulan, kurun waktu 2006 - 2011.
Seminggu yang lalu saya
membuka foto-foto, yang
sempat saya abadikan selama tinggal di Morowali Utara. Saya
fokus melihat foto-foto di sebuah rawa yang eksotik, namanya Rawa Lowo. Rawa
ini letaknya kurang lebih 17 atau 20 km dari Kolonodae, tempat saya tinggal
selama di Morowali Utara.
Melihat foto foto tersebut
saya menyadari ternyata pemandangan di Rawa Lowo sangat mempesona dan
mengagumkan. K
ehidupan
faunanya sangat kaya (terutama avivauna). Sayang,
saat mengunjungi Rawa Lowo saya belum lama membeli
camera SLR ditambah kemampuan saya memotret masih minim serta motivasi saya
tidak setinggi saat ini.
Saya baru menyadari banyak
momen terlewati selama itu; saya tidak memotret ikan, serangga, mamalia, katak dan anggrek yang banyak terdapat di Rawa Lowo, serta aktifitas para nelayan. Karena saat itu
saya hanya terfokus memotret burung, yang memang favorit saya.
Belum ada data resmi yang
saya dapatkan mengenai luas rawa ini. Dari informasi masyarakat, ada yang
menyebut luasnya 500 ha., ada yang menyebut 800 ha dan ada juga yang menyebut
lebih 1.000 ha. Mungkin angka yang disebut terakhir yang menurut saya mendekati
kebenaran. Karena bila kita memasukan keseluruhan sistem Rawa Lowo dan sekitarnya luasnya melebihi 1000 ha. Dibeberapa desa
disekitar Rawa Lowo memiliki rawa yang cukup luas berhubungan dengan Rawa Lowo, bahkan beberapa “Tambunga” (hutan sagu milik adat) suku Mori Desa Ensa dan
Desa Sampalowo dan Onepute yang sangat
luas, masih satu
sistem dengan Rawa Lowo.
|
Hutan perawan yang membentengi Rawa Lowo |
|
Aktivitas nelayan di Rawa Lowo |
|
Aktivitas nelayan di Rawa Lowo |
|
Aktivitas nelayan di Rawa Lowo |
Kondisi perairan dan volume air rawa ini tidak stabil. Saat musim
kemarau, kawasan Rawa Lowo dan sekitarnya berupa rawa-rawa tidak luas dan sungai kecil yang saling berpencar. Tetapi bila saat musim hujan, rawa ini akan tergenangi air, menyatu membentuk sebuah danau yang luas,
dengan volume air melimpah.
Rawa Lowo menjadi sumber
kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitarnya; terutama Desa Onepute, Desa
Sampalowo, Desa Moleono dan Desa Koromatantu. Masyarakat desa tersebut sangat tergantung dengan hasil ikan dan udang di Rawa
Lowo dan Sungai Laa. Pendapatan masyarakat desa-desa tersebut cukup besar. Bila
saat paska musim hujan,
nelayan yang menangkap ikan mempunyai
penghasilan Rp. 1.000.000,- hingga Rp. 2.000.000,- dalam satu hari.
Karena pada saat musim
hujan, ikan akan berkembangbiak dalam jumlah sangat besar populasinya, dan setelah
memasuki musim kemarau, volume air surut, sehingga anak ikan
sudah dewasa yang melimpah
populasinya hidup berhimpit-himpitan dengan volume air sedikit. Sehingga para nelayan akan mudah
menangkapnya.
|
Ardea purpure muda |
|
Ardea purpurea dewasa |
|
Ciconia episcopus |
|
Ardea alba |
|
Butorides striatus |
|
Anas gibberifrons |
|
Aceros cassidix |
|
Ptilinopus melanospila |
Ikan yang umum terdapat di
Rawa Lowo adalah Mujair (Oreochromis mossambicus), Gabus (Channa striata), “ikan Kosa” (bahasa
Mori) dan “ikan Janggut” (bahasa Mori). Di Sungai Laa, dekat Rawa Lowo
masyarakat sering menangkap sejenis ikan berwarna putih bercampur merah, yang
berukuran cukup besar (kurang lebih 40 cm).
Mereka sering menyebut ikan tersebut “Medempe”. Masyarakat Desa Onepute
sering memberikan saya seekor bila saya berkunjung ke desa tersebut.
Setiap mempunyai waktu luang
saya sempatkan diri mengunjungi Rawa Lowo, sekedar
refresing. Saya tidak pernah bosan berada di tempat ini. Satu hal yang membuat saya sangat tertarik mengunjungi rawa ini, karena melimpahnya
burung air di kawasan ini; dalam satu hari saya dapat melihat 120 individu Ciconia episcopus, di tempat lain jenis ini sangat jarang dijumpai.
Selain Ciconia episcopus, disini saya juga
menjumpai sepasang Mycteria cinerea, yang juga sangat jarang dijumpai di Indonesia.
Menurut masyarakat pada musim tertentu populasinya cukup banyak terlihat. Jenis lain yang populasinya dijumpai melimpah
adalah Anhinga melanogaster, Porphyrio porphyrio, Ardea purpurea, Ardea albus,
Egretta garzetta, Bubulcus ibis dan
Haliastur indus. Masih banyak jenis lain yang dijumpai di kawasan ini,
tetapi populasinya tidak sebanyak jenis
tersebut diatas, yang umum
adalah Phalacorocorax sulcirostris,
Phalacrocorax melanoleucos,
Ardeola speciosa, Ixobrychus sinensis,
Ixobrychus eurhythmus,
Ixobrychus cinnamomeus,
Ixobrychus flavicollis,
Elanus caeruleus, Dendrocygna
arcuata, Anas gibberifrons,
Anas superciliosa, Amaurornis phoenicurus,
Irediparra gallinacea,
Alcedo atthis dan Hirundo rustica,
di areal berbatasan
dengan hutan tropis dijumpai umum Spilornis rufipectus,
Spizaetus lanceolatus,
berbagai jenis merpati (Ptilinopus subgularis, Ptilonopus
melanospila, Toracoena manadensis,
Macropygia amboinensis), Tanygnathus sumatranus, Penelopides
exarhatus dan Aceros cassidix, berbagai
species burung petengger yang umum adalah
Coracina morio, Lalage
leucopygialis, Trichastoma celebense,
Acrocephalus stentoreus,
Acrocephalus orientalis,
Culicicapa helianthea,
Dicaeum spp.,
Cinnyris jugularis, Lonchura malacca,
Lonchura molucca, Scissirostrum
dubium, Oriolus chinensis,
Dicrurus hottentottus, Dicrurus montanus dan Corvus enca. Saat musim dingin di utara khatulistiwa dijumpai umum Tringa glareola, Actitis hypoleucus dan Sterna hybridus. Kadang dijumpai Pelecanus conspicillatus, sebagai
pengujung musim panas dari Benua Australia.
|
Kelompok campuran Ciconia epsicopus, Ardea albus dan Egretta garzetta |
|
Muleripicus fulvus |
|
Haliastur indus |
|
Porphyrio porphyrio |
|
Coracina morio (betina) |
|
Muscicapa griseiticta |
Saya mengunjungi rawa ini
selalu star dari Desa Onepute (karena saya punya kenalan pemilik “katintin” (sebutan perahu tempel masyarakat Morowali
di desa tersebut). Dari Desa Onepute saya menyusuri Sungai Laa. Sepanjang perjalanan saya disuguhkan
pemandangan menawan; hutan rawa yang diselingi bukit dan tebing karts dan lahan
budidaya merupakan pemadangan nan elok ditambah berbagai jenis burung sangat
mudah dijumpai, bahkan beberapa jenis tidak takut didekati. Di beberapa tempat
kita menikmati aktifitas nelayan mencari ikan, udang dan “nike”, sebutan sejenis kerang masyarakat Morowali, serta gembala yang mengiring kerbau di tepi
sungai. Vegetasi tepi Sungai Laa menunjukkan areal yang secara berkala mengalami
penggenangan air pada musim hujan, hal ini menyebabkan vegetasinya agak terbuka
dan mencirikan tumbuhan yang tahan terhadap genangan air; yang didominasi Arthocephalus sp. dan beberapa jenis
tumbuhan rawa. Mendekat Rawa Lowo kita belok kekiri, memasuki sungai kecil.
Vegetasi yang terbentuk di sungai kecil sangat rapat, tetapi jenis tumbuhan
pohon hanya didominasi Arthocephalus sp.
Memasuki sungai kecil ini cukup menegangkan, karena katintin harus
berputar-putar mengikuti jalur sungai kecil yang berkelok-kelok, bila tidak
hati-hati kepala kita terbentur dahan atau ranting pohon atau bertabrakan
dengan katintin lain. Beberapa menit
kemudian kita memasuki Rawa Lowo, ditandai areal yang dilalui terbuka. Memasuki
Rawa Lowo vegetasi tiba-tiba berubah, menjadi terbuka yang didominasi Fapirus sp.
Sepanjang perjalanan saya
sering menjumpai umum pada Sungai Laa Ardeola
speciosa, Butorides striatus, Haliastur indus,
Spilornis rufipectus,
Spizaetus lanceolatus,
Dendrocygna arcuata, Anas
gibberifrons, Anas superciliosa,
Tringa glareola, Actitis hypoleucus, Alcedo atthis, Penelopides
exarhatus, Aceros cassidix, Dendrocopos temminckii,
berbagai species burung
petengger yang umum adalah; Hirundo
rustica, Coracina morio,
Lalage leucopygialis,
Trichastoma celebense,
Culicicapa helianthea,
Dicaeum spp.,
Cinnyris jugularis, Lonchura malacca,
Lonchura molucca, Streptocitta
albicollis, Scissirostrum dubium,
Oriolus chinensis, Dicrurus
montanus, Dicrurus hottentottus dan Corvus
enca. Memasuki sungai
kecil kita menjumpai berbagai jenis merpati, yang umum Ptilinopus subgularis, Ptilonopus melanospila, Toracoena
manadensis, Macropygia amboinensis, Anthreptes malacensis dan
Nectarinia jugularis. Secara keseluruhan saya mencatat di rawa ini dijumpai
131 jenis burung. (Juli 2017).
(Oleh: Fachry Nur Mallo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar