PENDAHULUAN
Cochoa azurea merupakan burung endemik pegunungan Jawa Barat dan
Jawa Tengah (del Hoyo
& Collar 2016). Burung ini hidup pada tajuk-tajuk
pepohonan tinggi di hutan primer dataran tinggi
ketinggian 1.000 hingga 3.000 m. Masih berkerabat dengan Cochoa beccarii, yang juga
hidup di atas ketinggian 1.000 m hutan primer sumatera (MacKinnon 1991, 1992).
Foto 1. Induk Cochoa azurea di sarang |
Karena populasinya sedikit sehingga IUCN menetapkan
statusnya dalam kategori rentan (vulnerable) (del
Hoyo & Collar 2016). Status kategori jenis
burung sangat serius mengalami terancam punah. Mungkin penebangan hutan primer
sebagai habitat utamanya menjadi penyebab menurunnya populasinya, disamping
penangkapan yang berlebihan.
Menurut MacKinnon (1991) burung ini merupakan
pemakan buah dan biji-bijian dan di tajuk pohon. Paruhnya bergerigi, mungkin
digunakan untuk menyobek daging buah. Tetapi saya mengamati beberapa kali
terlibat dalam perburuan serangga dengan burung-burung insectivore di Ranca
Upas.
Data biologi burung ini sangat jarang tersedia,
maka kehidupannya sangat jarang diketahui. Catatan biologi burung ini di
lapangan sangat penting dilakukan, bahkan juga aspek-aspek lain termasuk tingkah
laku dan konservasinya.
Selama menjumpai burung ini saya beberapa kali
mengamatinya, dan mencatat aktifitas pencarian makan dan berbiak, yang saya
tuangkan dalam tulisan. Semoga tulisan ini bermanfaat.
HASIL PENGAMATAN
Makanan dan pencarian makanan
Pada 13 Desember 2015 saya mengamati
aktifitas jenis-jenis burung insectivore dalam melakukan perburuan serangga di
Ranca Upas, salah satunya melibatkan burung ini. Kondisi vegetasi di areal
perburuan berupa hutan primer berbatasan vegetasi areal budidaya yang telah
ditinggalkan sehingga ditumbuhi vegetasi campuran herba, pisang (Musa sp.),
dan semak.
Sembilan jenis terlibat, terdiri
dari satu jenis Champephagidae (Pericrocotus miniatus), dua jenis Vireonidae (Pteruthius
flaviscapis dan Pteruthius aenobarbus), satu
jenis Rhipiduridae (Rhipidura
phoenicura), satu jenis Dicruridae (Dicrurus
leucophaeus), satu jenis Zosteropidae (Heleia
javanica), satu jenis Leiotrichidae (Alcippe pyrrhoptera), satu jenis Sittidae (Sitta azurea)
dan satu jenis Turdidae (Cochoa azurea).
Foto 2. Alcipe pyrrhoptera, selalu mempelopori terbentuknya kelompok antar-jenis saat berburu serangga |
Peranannya masing-masing jenis
burung diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel
1. Jenis terlibat kelompok antar-jenis dalam perburuan
serangga di hutan primer Ranca Upas pada pengamatan 13 Desember 2015.
Jenis inti
|
Jenis yang
seringkali
ikut serta
|
Jenis yang kadang
saja
ikut serta
|
Heleia javanica
|
Pericrocotus miniatus
|
Dicrurus
leucophaeus
|
Alcippe
pyrrhoptera
|
Pteruthius
flaviscapis
|
Cochoa azurea
|
Sitta azurea
|
Pteruthius
aenobarbus
|
|
Rhipidura
phoenicura
|
Pada 7
September 2015 saya
mengamati lagi keterlibatan burung ini dalam aktifitas perburuan serangga burung-burung
insectivore. Kondisi vegetasi di areal perburuan berupa hutan primer pada punggungan
bukit.
Foto 3. Induk Cochoa azurea di dekat sarangnya |
Peranannya masing-masing jenis
burung diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel
2. Jenis terlibat kelompok antar-jenis dalam perburuan
serangga di hutan primer Ranca Upas pada pengamatan 7 September 2015.
Jenis inti
|
Jenis yang
seringkali ikut serta
|
Jenis yang kadang
saja ikut serta
|
Sitta azurea
|
Pericrocotus miniatus
|
Cochoa azurea
|
Pteruthius
flaviscapis
|
||
Pteruthius
aenobarbus
|
||
Laniellus
albonotatus
|
||
Ficedula hyperythra
|
Sebenarnya
saya juga mengamati keterlibatan burung ini dalam perburuan serangga
burung-burung insectivore (di
luar dari kedua peristiwa perburuan serangga tersebut di atas), tetapi
datanya tidak tercatat. Dari ketiga peristiwa perburuan serangga ini, burung ini
teramati sangat aktif mengejar serangga di dalam tajuk, bahkan pada perburuan
13 Desember 2015, walaupun burung ini penghuni tajuk atas, tetapi mengejar
serangga sampai ke strata semak setinggi 3 meter. Padahal umumnya jenis
kategori “jenis yang kadang saja ikut serta” serta tidak seaktif itu, biasanya hanya bertengger tidak
jauh masuk ke dalam tajuk, menunggu serangga terusir.
Selama
menjumpai burung ini saya belum pernah melihat memakan buah, mungkin karena
saat memakan buah burung ini tidak menyolok seperti saat berburu serangga
bersama burung-burung insectivore.
Perkembangbiakan
Pada tanggal 29 Nopember 2015 saya menjumpai dua induk (satu induk
berada dalam sarang dan induk lain terbang di sekitar sarang) pada hutan primer
dataran tinggi Ranca Upas, berketinggian 1700 m. Pada 13 Desember 2015 saya
mengunjungi lagi sarang tersebut, ternyata kedua induk tidak dijumpai lagi.
Foto 4. Salah satu induk Cochoa azurea melakukan aktivitas di sarang |
Telah
dilakukan pengamatan proses aktifitas di sarang burung ini, tetapi sampai akhir
pengamatan tidak dijumpai lagi kedua induk, dan juga tidak pernah terlihat
anak.
PEMBAHASAN
Makanan dan pencaraian makanan
Dari tiga
kategori jenis-jenis yang terlibat melakukan perburuan serangga (jenis inti, jenis
yang seringkali ikut serta dan kadang saja ikut serta) menurut Watling (Whitten, dkk. 1987), burung ini masuk kategori “kadang saja ikut
serta” dari dua pengamatan tersebut. Kategori jenis yang kadang saja
ikut serta adalah jenis yang tidak
sering dijumpai bergabung dalam kelompok antar-jenis saat melakukan pencarian
serangga (Whitten, dkk. 1987).
Di Taman
Nasional Lore Lindu Mallo (2015) juga mengamati jenis yang kadang saja ikut serta adalah jenis yang
tidak sering dijumpai bergabung dalam kelompok antar-jenis yang melakukan
pencarian serangga.
Umumnya jenis kadang saja ikut serta
(termasuk seringkali ikut serta) mempunyai ciri-ciri:
-
tubuhnya berukuran lebih besar daripada jenis inti.
-
malas mencari makanan (malas masuk kedalam relung tajuk).
-
tidak hidup berkelompok dalam jumlah besar.
Khusus
pada jenis yang kadang saja ikut serta ditambahkan berdasarkan
pengamatan di Ranca Upas:
-
serangga
bukan makanan utamannya.
-
Pengembara
lokal pada hutan disekitarnya
Burung yang masuk kategori ini
karena serangga bukan makanan utamanya, mungkin juga karena pengembara lokal dan tidak hidup berkelompok. Jenis yang termasuk dalam
kategori ini di Ranca Upas diantaranya Apalharpactes
reinwardtii, Psilopogon armilllaris dan
Ixos virescens, ketiganya dalam peristiwa
perburuan hanya mengawasi dari jarak dekat jenis-jenis inti dan jenis yang seringkali ikut serta berburu
serangga. Saat terlihat serangga berukuran besar terbang karena terusik lalu
menyergapnya. Tetapi Cochoa azurea selama tiga kali keterlibatannya dalam perburuan serangga, nampak sangat aktif
mengejar serangga yang terhalau, bahkan jika melihat karakternya bisa juga
dimasukkan kategori jenis yang seringkali ikut serta.
Dari
pengamatan ini dapat dipastikan bahwa serangga juga merupakan makanan penting
bagi burung ini, walaupun buah merupakan makanan utamanya, atau bisa jadi
proporsi antara kedua jenis makanan tersebut sama pentingnya.
Dari pengamatan ini dapat diketahui Cochoa azurea berbiak pada pada 29 Nopember
2015 dan awal Desember 2015. Sarang berbentuk mangkok agak dalam dan
berukuran agak besar, materialnya sebagian besar dari lumut ditambah ranting
dan serabut tumbuhan. Sarang diletakkan pada tajuk bawah pohon Schefflera aromatica, Posisi sarang
tidak tertutup rapat dedaunan, bahkan cederung menyolok. Tinggi sarang 4 m dari
permukaan tanah. Vegetasi terbentuk sekitar sarang tidak rapat, cenderung
terbuka.
Untuk
menentukan puncak berbiak burung ini tidak bisa mengandalkan data ini, perlu
pengamatan lebih banyak lagi aktifitas berbiaknya.
Foto 6. Kondisi lingkungan sekitar sarang Cochoa azurea |
Situasi
seperti ini mungkin juga dialami populasi lain di luar Ranca Upas. Dengan
demikian, hal ini dapat menjadi pengetahuan bahwa mungkin pemburu burung mempunyai andil terhadap
berkurangnya populasinya.
UCAPAN TERIMA
KASIH.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu selama dilakukan pengamatan Cochoa azurea di Ranca Upas, terutama Kang Budi Hermawan, Kang Ader Rahmat, Kang Adi
Sugiarto, Teh Dewi Wahyuni, Kang Radiktya Akasah dan Kang Whishal M. Dasanova,
teman-teman Bandung Birding, yang telah bersama-sama melakukan pengamatan
secara rutin burung ini. Juga tidak kalah penting adik saya Moh. Ihsan Nur Mallo,
yang telah membantu mengedit dan memposting tulisan ini. Serta semua pihak yang
tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu selama
melakukan kegiatan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
del Hoyo, J. and
Collar, N.J. 2016. Illustrated Checklist of the Bird
of the World,
Volume 2 Passerines. Lynx
and Birdlife International.
MacKinnon, J., 1991. Panduan
Lapangan Penenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press.
MacKinnon, J. anda
Phillips, K. 1992. Field Guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java and
Bali. Oxford.
Mallo, F.N. 2015. Burung-Burung
di Taman
Nasional Lore Lindu, catatan ekologi, konservasi dan status keberadaan jenis.
Bandung.
Celebes Bird Club (CBC) – Program Study Magister Ilmu Lingkunga (PSMIL)
Universitas Padjadjaran.
Whitten,
A.J., Mustafa, M. dan Enderson, G.S. 1987. Ekologi Sulawesi.
Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar