(Observation Baillon’s Crake (Zapornia pusilla) and Watercock (Gallicrex cinerea) in the rice field Ranca Ekek,
Bandung, West Java)
Foto 1. Tikusan kerdil melakukan aktifitas di persawahan Ranca Ekek (@Fachry NM.) |
Selama melakukan
pengamatan burung di Jawa, salah satu obsesi saya ingin menjumpai Mandar
Bontod, mengingat burung ini sangat sulit dijumpai saat ini. Padahal beberapa
tahun silam masih sering dijumpai, walaupun tidak umum.
Petualangan
pencarian ini sudah saya lakukan di beberapa tempat di pesisir pantai utara
Jawa. Saya memilih kawasan tersebut karena saya mendapat informasi saat musim
migran burung dari utara khatulistiwa, Mandar Bontod banyak dijumpai di kawasan
tersebut. Tetapi kenyataannya saya tidak pernah menjumpainya selama mengunjungi
beberapa tempat di kawasan tersebut. Pencarian
burung ini juga saya lakukan dibeberapa rawa dan lahan persawahan lain di Jawa
Barat, juga tidak menjumpainya.
Tikusan Kerdil
tidak masuk daftar buruan saya, karena saya pesimis dapat menjumpainya di Jawa.
Mengingat perjumpaan burung ini di Jawa, bahkan di tempat lain di Indonesia
sangat jarang. Sehingga mustahil dapat bertemu burung ini.
Namun ternyata
suatu keberkahan dari Allah, saya menjumpai keduanya di persawahan Ranca Ekek,
Bandung Jawa Barat. Penemuan keduanya di tempat ini, diluar dari perkiraan
saya. Saya membayangkan jika bertemu kedua burung tersebut di tempat yang terpencil
di Jawa, dengan kondisi vegetasi yang bersih dari polusi. Tetapi justru saya menjumpainya
di persawahan Ranca Ekek, yang ramai dengan hiruk pikuk manusia dan kendaraan,
dan kondisi tanah dan airnya telah mengalami pencemaran berat, sehingga tidak
layak lagi ditanami padi.
Persawahan Ranca
Ekek, walaupun dimata para petani sudah tidak menilai tinggi, karena merosotnya
produksi padi akibat pencemaran, dan dikalangan ekologiwan juga tidak
menghargai tinggi karena vegetasinya yang rusak akibat pencemaran dari limbah
pabrik. Tetapi bagi saya areal ini sangat berharga bagi pengembangan pengetahuan
ornitologi saya. Karena perjumpaan dengan dua spesies burung ini, ditambah
empat spesies lain yang saya anggap tidak kalah penting; Zapornia
fusca,
Rostratula benghalensis, Stiltia isabella dan Locustella
certhiola.
Bagi teman-teman pengamat burung dan para
fotorgrafer kehidupan liar di Bandung, persawahan ini sangat berharga mereka rasakan. Karena di
tempat ini dapat dijiumpai burung-burung penting. Maka tidak heran mereka
sering meluangkan waktu mengunjunginya.
Foto 2. Persawahan Ranca Ekek (@ Sam Ade) |
Tikusan Kerdil dua kali saya jumpai ditempat
ini. Pertama 14 Pebruari 2016. Awalnya saya berniat berburu Berkik-kembang
Besar yang dijumpai beberapa kali oleh kang Sam Ade di tempat ini. Saat mengunjungi
lokasi ini, saya berjumpa dengan Kang Sam Ada dan menginformasikan ia telah
memotret Tikusan Kerdil. Awalnya saya
tidak percaya, karena saya pikir dia hanya memotret Tikusan Alis-putih (Amaurornus chinerea). Setelah saya diperlihatkan foto hasil
jepretannya... wohh.. ternyata benar Tikusan Kerdil. Saya langsung minta
diantar ke spot ia memotret Tikusan Kerdil.
Saat kami mendekati spot dituju, tiba-tiba
saya yang berjalan dibelakang terperosok masuk ke dalam genangan air bersama
kamera dan lensa. Saya stress melihat lensa saya hampir terendam seluruh
bodinya, sedangkan posisi kamera hanya sedikit menyentuh air. Saya sangat khawatir
lensa dan kamera saya tidak berfungsi. Perburuan dipending sementara, kami
fokus membersihan lumpur dan mengeringkan air pada bodi lensa. Setelah bodi
lensa bersih dan kering kami mencoba mengaktifkannya, ternyata kamera dan lensa
masih berfungsi baik. Alhamdulillah...... Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan
menuju spot dan mengambil posisi siaga di bawah pematang, yang membatasi antara
saluran air dan tepi vegetasi rawa.
Beberapa menit berlalu yang ditunggu belum
juga nongol. Tiba-tiba Kang Sam Ade memberi isyarat kepada saya untuk siap-siap.
Saya melihat tegakan herba di depan kami bergerak-gerak, beberapa detik
kemudian terlihat sosok Tikusan Kerdil muncul dari dalam vegetasi menuju tepi
saluran air. Saya langsung tancap gas menekan shutter sepuasnya, mengambil
fotonya. Kang sam Ade hanya mengambil foto sekedarnya, mungkin ia telah puas
mengambil foto sebelumnya. Burung ini tidak terganggu dengan kehadirannya kami
yang hanya berjarak kurang lebih empat meter dari posisinya. Asyik saja mencari
makan di tepi saluran air dan memakan dua cacing. Cukup lama kami mengamati
aktifitasnya, sebelum burung ini meninggalkan saluran air memanjat
batang vegetasi rawa yang rebah, lalu menghilang di dalam vegetasi. Pada hari
ini saya berhasil mencatat paling sedikit dua individu teramati.
Beberapa
hari kemudian saya mendatangi lagi tempat ini bersama kang Budi Hermawan, dan
tidak berhasil menjumpainya. Perburuan
kami alihkan ke persawahan di seberang jalan ke arah rel kereta api.
Kami menjumpai satu individu terbang menuju vegetasi rawa diseberang kolam,
terganggu kehadiran kami. Kami memutuskan siaga memasang kamera di tepi kolam, menunggu munculnya
burung ini dari vegetasi seberang kolam. Tetapi kami menunggu cukup lama,
Tikusan Kerdil tidak muncul. Hingga kami
memutuskan pulang.
Foto 3. Mandar bontod terganggu karena kehadiran saya (@Fachry NM.) |
Mandar Bontod saya berhasil jumpai juga
berkat jasa Kang sam Ade. Pada
pertengahan Pebruari 2016 saya melihat postingan foto burung ini di
Facebooknya. Setelah mengkonfirmasikan kepadanya temuan tersebut, pada 20
Pebruari 2016 subuh, setelah salat subuh saya berangkat ke persawahan Ranca
Ekek. Jam 06.35 saya mulai memburu burung ini. Sejam lebih saya menelusuri
beberapa sudut terpencil areal persawahan dan rawa, tetapi tidak menemukan
burung ini. Saya mengalihkan pencarian pada areal persawahan lebih terbuka.
Sekitar 20 menit saya berjalan hilir mudik di pematang sempit areal persawahan,
tiba-tiba saya dikagetkan satu individu burung rawa coklat berukuran besar
terbang dari dalam vegetasi padi menjauhi saya. Wah…. ternyata Mandar Bontod,
secepatnya saya mempersiapkan kamera hendak memotret, tetapi saya terlambat
beberapa detik sebelum burung ini terbang terhalang pepohonan.
Burung ini terbang
seperti ayam, dengan kepakan sayap yang berat. Mungkin karena posturnya
sepintas mirip ayam, sehingga dibeberapa tempat masyarakat menyebutnya
“ayam-ayaman”. Mungkin juga nama bontod diberikan karena terlihat badannya
bontod seperti ayam, terutama saat terbang.
Saya bergegas
menuju arah terbangnya. Tetapi baru saya melangkah 20 meter, burung ini terbang
lagi ke arah saya, lalu berputar menuju arah terbang pertama. Saya pun memotret
tanpa bisa memfokuskan pada matanya, langsung kepada badannya agar memudahkan mendapatkan
titik fokus yang cepat. Tindakan ini dilakukan mengingat begitu cepatnya
mobilitas burung ini, sehingga saya tidak dapat mempersiapkan diri dengan baik.
Setelah saya melihat hasil foto di layar monitor kamera, berhasil didapatkan lima
foto, walaupun kurang bagus, tetapi masih layak untuk dijadikan foto
identifikasi burung ini.
Dua minggu
berikutnya saya mengunjungi lagi tempat ini. Saya berangkat ke lokasi jam 03.00
subuh. Saya lebih cepat menuju lokasi bermaksud hendak memotret Gallicrex
cinerea, Galliralus striatus dan Rostratula benghalensis saat
melakukan aktifitas di pagi hari dari jarak dekat. Sebelum jam 04.00 saya tiba
di lokasi, dan saya langsung membuat “bivak kamuflase” disebuah pematang luas dan
strategis dapat memotret tiga spot sekaligus biasa ketiga burung tersebut
mencari makan. Sebelum cahaya muncul saya telah bersiap dengan kamera di dalam
bivak kamuflase. Saat cahaya matahari mulai sedikit muncul, suasana masih
terasa gelap, saya dikagetkan didepan saya berjarak lima meter ternyata dua
individu Galliralus striatus sedang asyik mencari makan. Keduanya makan
sambil menelusuri bawah pematang, tidak pernah memasuki ke tengah areal persawahan.
Mungkin sebuah strategi agar tidak muda terlihat manusia atau predator. Burung
ini nampaknya telah melakukan aktifitas sejak tadi, saat hari masih gelap.
Memang burung ini juga diketahui melakukan aktifitas di malam hari (nocturnal),
selain di siang hari.
Beberapa menit
kemudian, cahaya sudah agak terang, lingkungan sekitarnya sudah nampak jelas,
saya melihat satu individu Gallicrex cinerea berjalan, sesekali berlari dari arah vegetasi rawa melintasi rumput
pendek menuju vegetasi padi di belakang saya, nampaknya baru mulai melakukan
atifitas. Karena minimnya cahaya saya hanya bisa menyaksikan tingkah laku kedua
spesies burung tersebut tanpa bisa memotretnya. Saya mengharap keduanya masih
melakukan aktifitas saat matahari sudah muncul, sehingga saya mendapatkan cukup
cahaya memotretnya. Tetapi saat matahari muncul burung-burung tersebut sudah
menghilang entah kemana. Sehingga saya tidak berhasil mendapatkan fotonya.
Tetapi walaupun demikian, saya mendapatkan pengetahuan baru kehidupan kedua
burung rawa tersebut. Fachry Nur Mallo (Januari 2017).
Daftar Pustaka
del Hoyo, J., and Collar, N.J.
2014. Illustrated Checklist of
the Bird of the World, Volume 1 Non
Passerines. Birdlife International.
MacKinnon, J., Phillips, K.,
dan van Balen, B. 1992. Panduan Lapangan Burung-Burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan.
Bogor. LIPI dan Birdlife-IP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar