Rabu, 30 Januari 2019

MISTERI ANIS DI CAGAR ALAM MOROWALI, TIMUR SULAWESI


Oleh : Fachry Nur Mallo

Pendahuluan
Belantara Sulawesi masih banyak menyimpan misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini. Salah satunya adalah kehidupan avifaunanya. Jika kita melakukan perjalanan riset ke pelosok-pelosok hutan, kita sering membawa pulang pertanyaan tentang kehidupan avifaunanya. Apakah tentang ekologinya, penyebarannya yang menyimpang. Bahkan yang menarik diantaranya belum diketahui jenisnya. Hal ini menyebabkan beberapa tahun belakangan dijumpai jenis-jenis burung baru di kawasan ini.
Gambar 1.  Sketsa Anis saya jumpai di hutan primer/sekunder tua Cagar Alam Morowali
(sketsa saya buat tahun 2006)
Keadaan itu juga saya rasakan selama melakukan pengamatan dan riset avifauna di belantara Sulawesi selama 29 tahun. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang menyeruak di dalam pikiran saya setelah pulang ke rumah, diantaranya hingga saat ini masih banyak belum terjawab.

Salah satu misteri terbesar yang saya rasakan adalah keberadaan sejenis anis di hutan primer dan sekunder tua antara Rano dan Kayupolii dan Kea Kea, Cagar Alam Morowali, bagian timur Sulawesi.
Kisah anis di awali saat saya bersama Ilmudin melakukan survei status Cacatua sulphurea di Cagar Alam Morowali, merupakan rangkaian kegiatan survei status burung tersebut di Sulawesi Tengah, kerjasama antara Birdlife-International dan Sakada-BQD.
Pada 24 Juli 1994, setelah kami menginap semalam di rumah salah satu warga Suku Ta’a di Rano, Cagar Alam Morowali, kurang lebih jam 07.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Kayupolii (salah satu pusat pemukiman suku Ta’a). Setelah memasuki hutan primer (atau mungkin juga hutan sekunder tua) jam 09.25 saya melihat satu ekor burung melintas terbang di depan saya, dari dalam semak dekat permukaan tanah atau mungkin juga dari permukaan tanah lalu hinggap di dahan  setinggi  2,5 m. Burung tersebut seukuran anis (Zoothera spp). Saya mengamati beberapa saat sebelum terbang menghilang.
Ciri morfologisnya bagian punggung dan sayap hijau, kepala, leher, dada dan perut coklat karat, bawah mata terdapat bintik putih, iris gelap, paruh kuning, kaki kuning (khusus kaki berdasarkan ingatan saja).
Gambar 2 dan 3.  Foto vegetasi hutan sekunder tua di Kea kea, lokasi pernah dijumpai Anis oleh masyarakat Suku Ta'a.  Kondisi vegetasi ini mirip seperti vegetasi dijumpai Anis tersebut di hutan antara Rano dan Kayupoli (Foto: Fachry Nur Mallo).
Cukup lama saya baru berhasil melakukan survei berburu burung ini sejak penemuan tersebut. Jika tidak sempat ke lapangan, saya meminta bantuan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas di sekitar Cagar Alam Morowali mencari dan menangkapnya, tetapi tidak berhasil.
Saya tidak memasukan burung ini dalam buku “Burung-Burung di Cagar Alam Morowali, catatan ekologi, konservasi, status keberadaan jenis”, saya tulis bersama teman lain, mengingat keyakinan saya terhadap keberadaan burung ini belum 100%, sehingga saya merasa belum layak dipublikasi. Walaupun demikian saya merasa perlu hal ini di informasikan kepada teman-teman, sebagai bahan informasikan jika melakukan aktifitas di Cagar Alam Morowali, maka saya membuat tulisan ini diblog saya.  
Saya sangat berharap kelak mempunyai kesempatan melakukan survei kembali atau mengirimkan tim survei mencari burung ini, tetapi saat ini dan kedepan kondisi saya kurang memungkinkan melakukannya. Saya sangat mengharap bagi siapa saja yang melakukan kegiatan survei atau pengamatan di Cagar Alam Morowali dapat meluangkan waktu mencari informasi burung ini atau bahkan bisa memburunya, untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Survei dilakukan
Kurun waktu antara 2007 hingga  awal 2011, saat bertugas di Kolonodale saya melakukan wawancara pada beberapa responden dan survei ke beberapa lokasi mencari burung ini. Saya melakukan wawancara sekitar 50-an responden yang sering melakukan aktifitas di hutan Cagar Alam Morowali, hutan-hutan sekitar Teluk Tomori dan masyarakat Suku Wana’ yang berdiam di dalam kawasan Cagar Alam Morowali. Salah satunya Pak Jenggo, Kepala Suku Wana.
Dari hasil wawancara saya berhasil memperoleh informasi tempat dijumpai burung ini, yaitu Kea Kea, Babulusa, sekitar Kayupolii, sekitar Rano  (masuk dalam kawasan Cagar Alam Morowali), Towi, Desa Ganda Ganda dan Desa Gililana,
Pada 2007 beberapa responden di Desa Ganda Ganda menerangkan menjumpainya di hutan sekunder tua Towi, diantaranya menjumpai belum lama (kurang lebih sebulan lalu). Saya langsung memfokuskan mensurvei tempat ini karena cukup banyak responden melihatnya, dan tempatnya mudah dijangkau dari rumah saya di Kolonodale. Saya intensif selama tiga bulan melakukan pengamatan dan memasang lima hingga tujuh jaring kabut hampir setiap hari. Tetapi saya tidak  berhasil menjumpainya, padahal saat memulainya saya sangat yakin akan berhasil menangkap burung ini.
Setelah kegagalan di Towi, saya mengevalusi kegiatan survei dan  hasilnya saya berkeyakinan burung ini tidak terdapat di tempat tersebut, mungkin responden yang saya jumpai kurang akurat memberikan keterangan. Kegagalan ini juga berdampak saya meragukan keberadaan burung ini, dan saya juga mulai ragu pengamatan saat pertama kali menjumpai burung ini. Dengan pertimbangan saat itu pengetahuan perburungan saya belum memadai, di lapangan saya masih sering mengalami kesalahan mengidentifikasi beberapa jenis burung yang sulit diidentifikasi, ditambah lagi semangat menemukan hal-hal baru di alam sangat mengelora saat itu, sehingga saya khawatir akan dapat mempengaruhi obyektifitas saya, tetapi saya juga yakin telah  mencatat dan membuat sketsa tanpa kesalahan. Karena situasi tersebut sehingga saya memutuskan pencarian burung ini dihentikan.
Keyakinan saya mulai timbul kembali beberapa tahun kemudian, walaupun tidak 100%, setelah saya menjumpai beberapa resonden yang lebih layak dipercaya pada wawancara berikutnya.
Saya mendapatkan informasi keberadaannya dari dua atau tiga responden di hutan Desa Gililana, tetapi saya tidak melakukannya survei ke desa ini karena akses yang sulit. Salah satu tempat yang juga disebutkan responden adalah hutan sekunder tua Kea Kea. Pada Januari 29 dan 30 Januari 2011 saya mensurvei dua hari tempat ini, dan juga melakukan wawancara. Tetapi saya tidak berhasil menjumpainya. 
Pada akhir 2011 saya mendapatkan informasi dari Sahardin, pengamat burung tinggal di Desa Lapangga (areal enclave Cagar Alam Morowali) bahwa penduduk Desa Lapangga menjumpai burung ini di sungai kecil dekat Rano. Saya membiayai Sahardin dan timnya melakukan survei di tempat tersebut. Survei dilakukan seminggu tetapi tidak berhasil mendapatkan burung ini. 
Diantara responden, empat diantaranya menerangkan menemukan anis yang hampar mirip anis saya cari, tetapi perutnya bergaris putih. Mereka menduga  merupakan betina anis saya cari. Sehingga dalam perburuan selanjutnya saya mencari kedua anis tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Dari hasil wawancara sebagian besar responden menerangkan pernah menjumpai burung ini, tetapi sangat jarang. Sebagian kecil tidak pernah menjumpai. Bahkan diantara mereka hanya pernah melihat sekali dalam seumur hidupnya. Tiga responden juga menerangkan menjumpai beberapa kali saat berbuahnya satu jenis tumbuhan pohon, dan lebih sering memakan buahnya dibanding buah tanaman lain.
Empat responden menemukan sejenis anis mirip yang saya cari tetapi pada perutnya bergaris putih (tanpa bintik putih dibawah mata); tiga diantaranya menerangkan merupakan betina burung anis saya cari, kecuali satu responden (Ecil Tamalagi), biologiwan yang layak dipercaya tidak dapat memastikan.
Dari hasil wawancara juga di ketahui enam lokasi perjumpaan burung ini, yaitu; hutan Kea Kea, hutan sekitar Babulusa, hutan sekitar Kayupolii, hutan sekitar Rano (masuk kawasan Cagar Alam Morowali), hutan Towi, Desa Ganda Ganda dan Desa Koya.
Pembahasan
Saya menduga burung ini merupakan nomadik sangat jarang dari satu tempat ke tempat lain  di sekitarnya mencari makan, sehingga luput dari para ornitolog masa lalu yang  intensif melakukan pengumpulan specimen di Sulawesi, termasuk Morowali. Hal ini terbukti dari semua responden menjumpai burung ini, semuanya menerangkan sangat jarang melihatnya. Dan, jenis  makanan utamannya spesifik berupa buah pohon tertentu.
Diantara responden juga menerangkan telah menemukan sejenis anis perut bergaris putih, yang belum pernah saya ketahui dideskripsi oleh siapapun. Anis perut bergaris putih ini dijelaskan beberapa responden yang tidak saling mengenal, penjelasannya mengenai burung ini sama, sehingga layak saya percaya sepenuhnya.
Mungkin antara anis saya cari dan anis perut bergaris putih merupakan sepasang, tetapi hal ini perlu pembuktian.
UCAPAN TERIMA KASIH.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu selama penulis melakukan survei. Pertama-tama diucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Sanggar Karya Pemuda-Bubalus Quarlessi Depresicornis (Sakada-BQD), terutama Ilmudin yang bersama-sama menelusuri belantara Cagar Alam Morowali;  Kang Iwan Setiawan yang telah membantu pengadaan proyek survei Cacatua sulphurea di Sulawesi Tengah sehingga saya dapat melakukan perjalanan ke Cagar Alam Morowali; Bushaeri, Iman dan Ilham (ketiganya staf Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Kolonodale) bersama-sama melakukan suvei di Towi, Ganda-Ganda dan Kea Kea; Sahardin, selalu intens mengabari informasi perjumpaan burung ini, dan bahkan telah melakukan survei di sekitar Rano; Ecil Tamalagi, yang telah berbagi informasi dan meminjamkan jaring kabut; Pak Janggo (Kepala Suku Wana) yang telah bermurah hati menyediakan rumahnya selama survei. Serta semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu selama berlangsungnya survei, terutama masyarakat Suku Ta’a, Desa Ganda Ganda, Desa Gililana dan Desa Koya.

Daftar Pustaka

 Coates, B.J. and Bishop, K.D.. 1997. A Guide to the Bird of Wallacea (Sulawesi, the Moluccas and  the Lesser Sunda Islands, Indonesia). Alderley. Dove Publication.
Mallo, F.N., 1998. Pengamatan burung-burung di Cagar Alam Morowali. Palu. Tidak dipublikasikan
Mallo, F.N., 2014. Burung-Burung di Sulawesi (Catatan ekologi, biogeografi, konservasi dan jenis teramati). Palu. Tidak dipublikasikan
Mallo, F.N., Putra, D.S., Rahman, A., Mallo, M.I.N., dan Sahardin, 2016. Burung-Burung di Cagar Alam Morowali, catatan ekologi, konservasi, status keberadaan jenis. Bandung. Celebes Bird Club (CBC) dan Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Padjadjaran.
White, C.M.N. and Bruce, M.D. 1996. The bird of Wallacea (Sulawesi, the Moluccas and Lesser Sunda Islands, Indonesia): an annotated checklist. London: British Ornithologist’ Union.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar