Sabtu, 25 September 2021

AKTIVITAS MAKAN CINNYRIS JUGULARIS DAN DICAEUM TROCHILEUM DI KOTA BANDUNG

Oleh: Fachry Nur Mallo

Gambar 1.  Pachystachys lutea tanaman berbunga yang sering diisap Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum di lokasi penelitian

A. Pendahuluan

Di Kota Bandung cukup banyak jenis burung insectivore.  Tetapi hanya satu jenis insectivore sejati (Cinnyris jugularis). Jenis burung insectivore sejati bentuk paruhnya mempunyai ciri spesifik; umumnya ramping, panjang, melengkung dan tajam. Berbagai jenis menyesuaikan dengan beberapa jenis bunga tumbuhan tertentu.  Jenis-jenis Nectariniidae yang mencirikan ciri tersebut. Umumnya jenis-jenis famili ini mengisap nektar pada bunga bertabung panjang dan pendek.

Selain itu, beberapa jenis burung frugivore dan insectivore menambah nutrisinya dengan mengisap nektar, diantaranya yang rutin adalah jenis-jenis Psittaciformes, Dicaeidae dan Zosteropidae. Umumnya burung-burung ini mengisap nektar pada bunga tidak bertabung atau paling tidak bunga bertabung pendek (Mallo 2019).

Di Kota Bandung banyak jenis-jenis tumbuhan berbunga menjadi sumber makanannya. Penulis mencatat terdapat 28 jenis yang penting (Mallo 2021), termasuk Pachystachys lutea dan Helicoma psittacorium, yang menjadi objek kajian dalam penulisan ini.

Diantara semua jenis nectarivore satu jenis (Psittacula alexandri) hanya mengisap bunga pohon berukuran tinggi. Sedangkan dua jenis burng dari genus Loriculus, jarang dijumpai, bersifat lokal di Taman Ganesha, umumnya mengisap bunga di strata tajuk bawah dan semak tinggi. Sedangkan jenis Nectarinidae, Dicaeidae dan Zosteropidae mengisap bunga tumbuhan di semak dan kadang tajuk bawah. Di strata tersebut terdapat banyak jenis tumbuhan dibanding di pohon strata tajuk atas, sehingga sumber pakan (bunga) ketiga famili burung tersebut lebih melimpah.

Jenis burung dari famili Nectarinidae dapat menjangkau lebih banyak jenis tumbuhan berbunga, karena memiliki paruh panjang melengkung khas burung pengisap-madu, sehingga dapat mengisap nektar pada bunga bertabung panjang selain bunga bertabung pendek dan tidak bertabung. Sedangkan jenis lain paruhnya tidak dapat menjangkau nektar pada bunga bertabung panjang, sehingga jenis sumber makanannya lebih sedikit dibanding jenis-jenis Nectarinidae (Mallo 2021).

Burung Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum yang menjadi objek penelitian ini dapat dijumpai di semua tipe habitat berpohon, termasuk habitat hunian perkotaan Kota Bandung.  Kategori kedua jenis burung ini di lokasi penelitian adalah jenis urban exploiter. Karena di lokasi tersebut sangat tinggi aktifitas manusia dan lebih dominan areal terbangun dan terbuka, dan sedikit vegetasi terbentuk.

Menurut Nugraha (2014), urban exploiter adalah yang terdiri dari burung yang dapat beradaptasi di lingkungan yang memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi. Berasosiasi positif dengan variabel urban dan berasosiasi negatif dengan variabel vegetasi.  Termasuk dalam kelompok ini habitat bangunan dengan derajat urbanisasi yang tinggi.

Hingga saat ini penulis belum menemukan literatur penelitian tentang perilaku harian burung nectarivore dalam mengisap bunga di Kota Bandung dan mungkin penelitian tersebut belum pernah dilakukan.  Maka hal itu menjadi salah satu alasan yang mendorong penulis melakukan penelitian ini. Tulisan ini hanya merupakan hasil penelitian sementara, karena rencananya akan dilakukan penelitian lanjutan pada saat musim hujan.

Penelitian ini walaupun sederhana, objeknya hanya dua jenis burung umum yang juga terdapat di hunian perkotaan, tetapi cukup penting, karena dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui:

1. Jenis-jenis tumbuhan terutama bunganya diisap burung insectivore.

2. Proses terjadinya kompetisi jenis insectivore dalam mengisap bunga.

3. Cara mengisap bunga.

4. Perilaku saat mengisap bunga dan aktifitas lain sekitar tumbuhan sumber makanan dan persentasi aktifitas antara jantan dan betina.

5. Pengaruh instensitas aktivitas manusia.

6. Gangguan dari jenis burung lain.

B.  Kegiatan pengumpulan data

Penelitian ini dilakukan pada sebuah kompleks di jalan AH. Nasution, Bandung, dan rencananya akan dilakukan dua tahap, pada musim kemarau dan musim hujan.

Tahap pertama telah berhasil dilakukan sejak 4 Juni s/d 14 Juli 2021 (musim kemarau) dan berhasil terkumpul 1.102 menit aktifitas, dan tahap kedua rencananya akan dilaksanakan pada Oktober s/d Desember 2021.

Lokasi penelitian seluas 12 x 8 m, berupa areal yang intensitas manusia sangat tinggi, dan lebih dominan areal terbangun dan terbuka, dan sedikit vegetasi terbentuk.  Vegetasinya berupa tanaman peneduh setinggi 6,5 m dan tanaman hias yang ditanam maksimal  setinggi 170 cm.

C. Data diperoleh

Di areal penelitian  terdapat  lima jenis tumbuhan semak setinggi lebih dari 1 m selalu berbunga sepanjang waktu penelitian, yaitu Pachystachys lutea (satu pohon), Punica granatum (satu pohon), Canna indica (membentuk vegetasi), Helicoma psittacorium (membentuk vegetasi) dan Costus  woodsonii (membentuk vegetasi). Jenis tumbuhan lain tidak pernah berbunga adalah Terminalia buceras (tiga pohon), Moringa oleifera (satu pohon), dan Palem (satu pohon).

Intensitas aktivitas manusia tinggi di sekitar areal penelitian bervariasi.  Aktivitas tertinggi antara pukul 06.30 s/d 10.00, kemudian antara pukul 16. 00 s/d 18.00 dan pukul 10.00 s/d 16.00 merupakan rentang waktu aktivitas manusia manusia paling rendah dibanding kedua waktu lainnya. Adapun data aktifitas Dicaeum trochileum, dan Cinnyris jugularis di areal penelitian dapat dilihat di dua tabel berikut (Download):

D. Pembahasan

1. Aktifitas secara umum dan terjadinya kompetisi

Berdasarkan data perbandingan persentase lama waktu melakukan aktifitas mengisap bunga dan aktifitas lain, Cinnyris jugularis lebih dominan melakukan aktifitas yaitu selama 1.076 menit (97,5%) dibanding  Dicaeum trochileum yang menggunakan 26 menit (2,3%).  Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, individu betina Cinnyris jugularis jauh lebih dominan melakukan aktivitas dibanding individu jantan, dengan perbandingan masing-masing 1.063 menit pada individu betina (96,4%) dan 13 menit (1,1%) pada individu jantan.

Gambar 2. Coostus woodsonni di lokasi penelitian

Dicaeum trochileum rutin setiap hari mengisap bunga Pachystachys lutea sebelum tanggal 2 Juni 2021 hingga 5 Juni 2021. Namun, pada tanggal 6-17 Juni 2021 Pachystachys lutea tidak dikunjungi lagi Dicaeum trochileum dan burung-madu lain, karena ada aktifitas pekerjaan pemboran air di sekitar tempat aktivitas mereka.  Pada 18 Juni 2021 Pachystachys lutea mulai kembali dikunjungi oleh individu betina Cynnyris jugularis hingga akhir penelitian, sedangkan Dicaeum jugularis hanya sekali mengunjungi kembali Pachystachys lutea sejak adanya aktivitas pemboran air yaitu pada tanggal 30 Juni 2021, tetapi terbang menghindar setelah melihat betina Cinnyris jugularis  sedang mengisap bunga.

Gambar 3. Helicoma psittacorium di lokasi penenlitian

Hasil pengamatan ini menunjukkan adanya kompetisi antara betina Dicaeum trochileum dengan betina Cinnyris jugularis, dan antara dua individu betina Cinnyris jugularis, masing-masing sekali.  Pada 30 Juni 2021 betina Dicaeum trochileum datang mengunjungi pohon Pachystachys lutea, lalu terbang menghindar setelah melihat betina Cinnyris jugularis sedang mengisap bunga.  Pada 13 Juli 2021 satu individu betina Cinnyris jugularis pendatang berebutan dengan individu betina Cinnyris jugularis yang rutin mengisap Pachystachys lutea menuju bunga Pachystachys lutea. Betina pendatang menghindar terbang keluar areal penelitian, sedangkan betina yang rutin mengisap Pachystachys lutea mendatangi dan mengisap bunga Pachystachys lutea.  Tidak terjadi kontak fisik.

2. Waktu dan jenis aktifitas, dan perbandingannya dengan intensitas manusia.

Waktu aktifitas kedua jenis burung tersebut lebih banyak dilakukan pada pukul 10.00 - 16.00 sebanyak 703 menit (63,7%),  lalu pada pukul 16.00 – 18.00  sebanyak 310 menit (28,1%) dan pukul 06.00-10.00 sebanyak 89 menit (8,0%), dari total waktu aktifitas (1.102 menit).  Fakta ini berbanding terbalik dari waktu aktifitas burung secara umum, bahwa puncak tertinggi aktifitas burung pada pukul 06.00-10.00, kemudian pukul 16.00-18.00 dan paling rendah pukul 10.00-16.00. Hal tersebut disebabkan waktu aktivitas makan disesuaikan dengan intensitas aktivitas manusia. Di lokasi penelitian intensitas aktivitas manusia tertinggi antara pukul 06.30-10.00, kemudian pukul 16.00-18.00, dan pukul 10.00-16.00 merupakan rentang waktu aktivitas terendah. Hal ini mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian sangat tinggi aktifitas manusia, dan waktu aktifitas kedua jenis burung tersebut disesuaikan intensitas aktifitas manusia.

Hal ini juga dapat dibuktikan tingginya aktivitas memantau sebanyak 262 menit (23,7%) yang hampir sama dengan aktifitas mengisap nektar sebanyak 264 (23,9%). Dalam melakukan aktivitas mengisap nektar harus sering dilakukan pemantauan karena setiap saat selalu ada manusia melewati lokasi penelitian, karena terletak di jalan utama.

Penulis membagi tiga jenis aktifitas burung-madu yang diteliti, selain kedua aktifitas telah disebutkan sebelumnya, satu lainnya adalah aktifitas istirahat. Aktifitas ini merupakan tertinggi dari keseluruhan total aktifitas burung-madu sebanyak 576 menit (52,2%).

Aktifitas mengisap bunga

Dalam penelitian ini ada tiga cara Cinnyris jugularis mengisap nektar dari bunga, yaitu:

1. Bertengger di dahan dan ranting lalu pelan-pelan mendekati bunga diisap, cara ini paling sering dilakukan.

2. Bertengger di badan bunga lalu mengisap nektar, cara ini juga sering     dilakukan, tetapi tidak sesering cara disebutkan sebelumnya.

3. Mengisap bunga sambil terbang, ini dilakukan pada bunga yang tidak   terjangkau dari tempat bertengger. Cara ini waktunya sangat singkat  dilakukan, hanya 4 s/d 6 detik. Cara ini paling sedikit dilakukan.

Sedangkan betina Dicaeum trochileum hanya melakukan cara 1 dan 2.

Aktifitas memantau

Dalam melakukan aktifitas mengisap bunga, kedua jenis burung tersebut, termasuk jantan dan betina Cinnyris jugularis melakukan pemantauan dengan perilaku saat datang ke bunga yang akan diisap, didahului dengan bertengger di kawat pagar duri atau di pohon Terminalia buceras, untuk memastikan tidak ada gangguan di bunga yang akan dikunjungi.  Lama pemantauan bervariasi: paling cepat 17 detik, paling lama 2 menit 14 detik, tetapi paling sering antara 17 detik hingga 38 detik. Tetapi kadang juga langsung bertengger di bunga tanpa melakukan pemantauan. Waktu aktifitas pemantauan tergantung tingginya intensitas  manusia, jika tinggi maka waktu akifitas pemantauan lebih lama, jika rendah maka waktu aktifitas pemantauan sedikit, bahkan kadang terbang langsung ke bunga jika tidak ada aktifitas manusia. Jika aktifitas manusia tinggi, maka individu Cinnyris jugularis akan terbang ke tempat lain, meninggalkan areal penelitian.

Saat mengisap bunga, jika mendapat gangguan maka Cinnyris jugularis akan terbang dan hinggap di pagar kawat duri setinggi 5, setelah gangguan hilang akan Cinnyris jugularis kembali lagi mengisap bunga. Banyaknya aktivitas tersebut dilakukan tergantung tingginya gangguan. Frekuensi tertinggi dari aktivitas tersebut dalam satu kali kunjungan ke bunga yaitu sebanyak enam kali. Jika gangguan lama maka Cinnyris jugularis akan terbang meninggalkan bunga atau bertengger (istirahat) di pagar kawat duri atau di dalam tajuk Terminalia buceras yang rapat.

Individu jantan Cinnyris jugularis paling sensitif dengan kehadiran manusia, hal tersebut ditandai dari sedikitnya waktu aktifitasnya, tidak mengisap bunga Helicoma psittacorium di lokasi yang terdapat intensitas manusia yang tinggi, perilakunya suka terburu-buru saat mengunjungi bunga, bertengger dengan durasi waktu yang singkat di sekitar bunga lalu langsung hinggap di bunga, saat manusia melakukan aktifitas dekat bunga Cinnyris jugularis jantan langsung terbang meninggalkan lokasi penelitian.  Aktivitas manusia di dekat bunga dapat ditolerir Dicaeum trochileum dan betina Cinnyris jugularis saat mengisap bunga.

Sedangkan Dicaeum trochileum dan betina Cinnyris jugularis tidak sesensitif individu jantan Cinnyris jugularis. Tidak terburu-buru mengisap bunga, hal ini dapat dilihat lebih banyaknya waktu aktifitas mengisap Helicoma psittacorium, waktu mengisap bunga lebih  lama  dalam satu kali kunjungan, saat sedikit aktifitas manusia tidak meninggalkan bunga diisap, hanya bertengger di sekitarnya, setelah aman datang lagi, bahkan kadang tetap mengisap bunga.  Kecuali manusia melakukan gerakan mengganggu. Dalam tabel 1 aktivitas pemantauan paling banyak dilakukan betina Cinnyris jugularis sebanyak 259 menit (98,8%) dibanding Dicaeum trochileum sebanyak 3 menit (1,1%).  Individu jantan Cinnyris jugularis hanya sekali teramati melakukan aktivitas pemantauan dengan durasi waktu 15 detik pada pukul 16.00-18.00, namun pada penelitian ini dianggap tidak melakukan aktivitas pemantauan.

Aktivitas memantau dilakukan dengan cara bertengger di pagar kawat duri setinggi 5 m, jika terganggu akan masuk ke dalam tajuk Terminalia buceras.  Saat pertama kali bertengger kadang menggesek-gesekan paruhnya di kawat duri. Diduga hal tersebut dilakukan untuk membersihkan paruhnya dari kotoran atau serbuk sari saat mengisap bunga.

Aktifitas istirahat

Waktu aktifitas istirahat hanya dilakukan oleh betina Cinnyris jugularis, sedangkan jantan Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum tidak   melakukannya.  Jantan Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum setelah selesai mengisap bunga langsung terbang meninggalkan areal penelitian. Betina Cinnyris jugularis sering melakukan aktifitas istirahat dengan waktu bervariasi; waktu paling cepat 10 menit, terlama 29 menit. Tempat istirahat paling banyak dilakukan bertengger di kawat duri setinggi 5 m, dan di dalam tajuk Terminalia buceras saat terganggu. Perilaku istirahat diawali menggesek-gesekan paruhnya di kawat duri, lalu menelisik bulu, terutama di sayap, dan mengeluarkan suara, dua aktifitas terakhir paling sering dilakukan.

3. Jenis bunga tumbuhan diisap

Dari tabel 2 hanya dua jenis tumbuhan berbunga diisap nektarnya oleh Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum, yaitu Pachystachys lutea dan Helicoma psittacorium, sedangkan Punica granatum,  Costus  woodsonii,  dan Canna indica tidak diisap. Padahal ketiga jenis tumbuhan tersebut juga  berbunga sepanjang tahun. Dua jenis terakhir di tempat lain kadang diisap Cinnyris jugularis.  Berbanding terbalik dengan Apis sp. dan Vespa sp.  Kedua kelompok lebah/tawon tersebut sering mengisap bunga Costus woodsonii, sedangkan bunga tumbuhan empat jenis lain tidak atau jarang diisap. Hal ini mungkin karena Costus woodsonii memiliki kadar gula yang cocok dengan Apis sp. dan Vespa sp., sedangkan burung insectivore tidak atau kurang cocok. Menurut Whitten dkk. (1987) burung insectivore mengisap bunga yang memiliki kadar gula dalam cairan bunga agak rendah (+ 25%) dibandingkan yang diserbuki lebah/tawon (+ 75%).

Pachystachys lutea jauh lebih dominan diisap bunganya oleh Cinnyris jugularis dan Dicaeum trochileum yaitu selama 251 menit (95,0%) dari total  aktifitas mengisap bunga (264 detik). Sedangkan Helicoma psittacorium sedikit yaitu selama 13 menit (4,9%). Dengan demikian Helicoma psittacorium merupakan sumber makanan kedua jenis burung tersebut.

Betina Dicaeum trochileum mengisap bunga Pachystachys lutea sebanyak 14 menit (60,8%), sedangkan bunga Helicoma psittacorium hanya 9 menit (39,1%) dari total 23 detik aktifitas mengisap bunga jenis burung tersebut. Betina Cinnyris jugularis mengisap bunga Pachystachys lutea sebanyak 224 menit (98,2%) dan Helicoma psittacorium hanya  4 menit (1,7%), dan jantan Cinnyris jugularis hanya mengisap bunga Pachystachys lutea 13 menit.

4. Gangguan dari jenis burung lain

Pada penelitian ini tercatat dua jenis burung berinteraksi langsung dengan betina Cinnyris jugularis, yaitu Pycnonotus aurigaster (maksimal 3 individu) dan Passer montanus (maksimal 5 individu).  Keduanya teramati mengganggu aktivitas betina Cinnyris jugularis terutama saat melakukan aktivitas mengisap bunga dan istirahat. Tetapi gangguan paling besar dari Pycnonotus aurigaster. Perilaku burung tersebut saat melakukan kontak dengan Pycnonotus aurigaster akan segera buru-buru terbang menghindar meninggalkan tempat bertengger, bahkan kadang meninggalkan areal penelitian, sedangkan saat melakukan kontak dengan Passer montanus hanya bergeser dari tempat bertengger, tidak terbang menghindar. Saat Passer montanus hadir di sekitar bunga diisap, burung ini tidak meninggalkan pohon bunga diisap, tetapi sesekali masuk ke dalam tajuk.

Di tempat lain di Kota Bandung penulis mengamati Cinnyris jugularis selain perilakunya mengisap bunga seperti tersebut di atas, pada bunga bertabung panjang nektar diambil dengan cara melobangi tabung bunga agar paruhnya menjangkau posisi nektar. Hal dilakukan pada bunga Allamanda cathartica, Hibiscus rosasinensis, Hibiscus tilliaceus dan Spathodea campanulata.

E. Daftar Pustaka

Eaton, J.A, van Balen, B., Bricle, N.W., & Rheindt, F.E. (2016). Birds of the Indonesian Archipelago. Greater Sundas and Wallacea. Lynx Edicions. Barcelona.

Mallo, F.N., (2019). Catatan pengamatan burung-Burung di Jawa. Tidak dipublikasikan.

Mallo, F.N. (2021). Burung pada lanskap didominasi manusia di Cekungan Bandung dan sekitarnya. Dalam persiapan.

Nugraha, B.P., (2014). Efek gradien urbanisasi habitat terhadap komunitas burung di Kampus Univeritas Indonesia, Depok, Jawa barat. Universitas Indonesia, Depok.

Whitten, A.J., Mustafa, M. & Enderson, G.S. (1987). Ekologi Sulawesi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar