Kamis, 29 Desember 2022

EVOLUSI DAN FILOGENI MACROCEPHALON MALEO DAN KERABATNYA (MEGAPODIIDAE)

Oleh: Fachry Nur Mallo
Gambar 1. Foto Macrocephalon maleo sedang mengali lubang sarang
Pengantar 
    Pada pertengahan 2021 saya membaca tulisan Michaux (2010) menjelaskan bahwa Macrocephalon maleo adalah basal untuk clade di megapoda Australia-New Guinea, dan merupakan evolusi paling awal dari semua megapoda yang ada. Membacanya penulis sangat senang dan semakin mengagumi burung ini. Sejak saat itu penulis berasumsi bahwa burung ini merupakan leluhur semua jenis megapoda. Dengan demikian pusat tempat evolusi megapoda berada di Sulawesi, hal ini wajar karena leluhur Megapoda pasti dari Asia (berasal dari Galliformes), jika menyebar ke Wallacea dan Australasia-Papua pasti harus melalui Sulawesi.

Selasa, 11 Oktober 2022

BIOGEOGRAFI BABI SULAWESI (SUIDAE): KELOMPOK BABI SULAWESI TERTUA DI DUNIA DAN KEUNIKAN LAIN

Oleh: Fachry Nur Mallo
Gambar 1.  Foto Babyrousa sp.

Pengantar

Babyrousa merupakan salah satu hewan mamalia saya paling saya kagumi di Sulawesi, dan juga banyak ahli fauna mengagumi hewan ini. Kekaguman ini karena keunikannya yang sangat berbeda dengan kelompok babi lain. Terutama taringnya yang khas, sehingga membentuk sub famili sendiri.

Saya sering membaca di beberapa artikel dan mendengarkan cerita teman-teman berkecimpung di penelitian hewan tentang keunikan hewan ini, dan diduga merupakan hewan purba yang tersisa. Tetapi seluruh informasi tersebut hanya sekedar penjelasan tanpa menjelaskan rujukan literatur.

Sabtu, 06 Agustus 2022

FILOGENI DAN PENYEBARAN SOA-SOA LAYAR (Hydrosaurus): ENDEMISITAS SULAWESI YANG MENGAGUMKAN

Oleh: Fachry Nur Mallo
Foto 1.  Individu jantan Hydrosaurus celebensis di tepi sungai antara Desa Wawopada-Desa Kolaka (Morowali).
Pengantar
Soa-soa Layar merupakan reptilia yang paling saya kagumi di Sulawesi, karena bentuknya seperti hewan purba, dengan adanya sirip seperti layar di punggung dan bagian atas ekornya.
Saya mengenal pertama kali hewan ini saat membaca buku Ekologi Sulawesi karangan Whitten dkk.  Dalam buku tersebut dijelaskan hewan ini juga terdapat di Cagar Alam Morowali (Whitten dkk. 1987).  Saat saya bertugas di Kolonodale, selama lima tahun saya sering berkunjung ke Cagar Alam Morowali dan sekitarnya, tetapi tidak pernah menjumpai hewan ini.  Mungkin karena sangat sensitif dengan kehadiran manusia, sehingga sulit dijumpai.

Kamis, 07 Juli 2022

STATUS KEBERADAAN BENTET KELABU (Lanius schach) DI SULAWESI

 

Foto Lanius schach

Pendahuluan

Penyebaran Bentet Kelabu secara global meliputi selatan tengah Kazakhstan, Selatan Uzbekistan, timur Turkmenistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, utara tengah dan timur Afghanistan dan Pakistan, India dan utara Sri Lanka, tengah, selatan dan tenggara China (termasuk Hainan), Taiwan, utara Vietnam (Tonkin dan Annam), Nepal, utara dan selatan Laos dan utara Thailand, mungkin selatan Myanmar (Tenasserim), selatan Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, tenggara dan timur laut Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Philippina (kecuali Palawan dan Sulu) dan, Kepulauan Sulu (Jolo), di selatan Philippina, timur Papua (del Hoyo et al. 2016).

Minggu, 29 Mei 2022

BIOGEOGRAFI BURUNG PULAU PASOSO: CATATAN KOLONISASI DAN POLA MIGRASI DARI DARATAN SULAWESI

 

Oleh:  Fachry Nur Mallo* dan Moh. Ihsan Nur Mallo**

PENDAHULUAN

Desksripsi Pulau Pasoso
Pulau Pasoso beserta perairan lautnya merupakan kawasan Suaka Margasatwa Laut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan luas kurang lebih 5.000 ha, yang dikhususkan untuk melindungi segala aktifitas penyu di tempat ini. Luas daratan Pulau Pasoso 49 ha. Secara administrasi Pulau Pasoso termasuk wilayah Desa Pomolulu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Dari hasil pengukuran KPB Spilornis menggunakan peta, diketahui jarak Pulau Pasoso dari daratan Sulawesi terdekat 12 m.
Sebagian besar daratan Pulau Pasoso merupakan hutan primer bercampur jenis tumbuhan pantai. Hutan ini ini kondisinya relatif masih baik. Pada vegetasi hutan ini ditemukan beragam jenis tumbuhan, yang dominan adalah Ficus spp., Diospyros sp., Alstonia sp. dan Dehaasia sp. Kondisi tanah pada vegetasi berhutan cukup subur. Tanah ini bercampur dengan serasah-serasah tanaman yang lapuk bersama batu karang yang mulai hancur (Sakada-BQD, 1991). Pesisir pantai Pulau Pasoso didominasi pantai bertebing karang. Tebing-tebing tersebut bila air laut pasang akan tergenangi air laut setengah atau seluruhnya. Di atas tebing-tebing terbentuk vegetasi tumbuhan pantai yang memiliki ciri-ciri berukuran kerdil, berbatang keras dan kurus, karena kurangnya unsur hara atau tanah menjadi tempat tumbuh tumbuhan. Selain areal pantai bertebing, juga terdapat pantai berpasir, tidak luas di bagian tenggara. Didominasi bentuk dari vegetasi formasi Baringtonia dan dari formasi Pescaprae.

Jumat, 29 April 2022

JENIS, BIOGEOGRAFI DAN PENYEBAB KEPUNAHAN GAJAH SULAWESI

Oleh  Fachry Nur Mallo

Gambar 1. Ilustrasi Palaeoloxodon namadicus, jenis gajah terakhir menghuni Sulawesi (Sumber: @Life Restoration di Wikipedia)

Pengantar

Jika kita berbicara gajah sebagai hewan Sulawesi, maka kita akan merasa heran dan tidak percaya, karena selama ini gajah tidak dikenal sebagai hewan pernah menghuni Sulawesi. Kita hanya mengenal Sumatera dan di Kalimatan pulau yang dihuni gajah di Indonesia.

Sesungguhnya Sulawesi pernah di huni jenis-jenis gajah purba, yang saat ini tidak ditemukan lagi di dunia. Kepunahan gajah terakhir di Sulawesi relatif belum lama, di era manusia sudah hadir di daratan Sulawesi.

Awalnya penulis mengenal gajah penghuni Sulawesi tahun 1987 setelah membaca buku Geologi Sulawesi karangan Whitten, dkk.  Saat itu tidak ada perhatian penulis terhadap hewan ini, sehingga menganggap bukan hewan penting di Sulawesi, dan kebetulan menghuni daratan Sulawesi yang terisolir.

Rabu, 26 Januari 2022

CATATAN BERBIAK BURUNG-MADU HITAM (Leptocoma aspasia) DAN BURUNG-MADU SANGIHE (Aethopyga duyvenbodei) DI PULAU SANGIHE

Oleh Fachry Nur Mallo

Gambar 1.  Individu betina Aethopyga duyvenbodei di Gunung Sahendaruman, sedang mengambil material sarang serat buah Ceiba sp.

Pendahuluan

Pulau Sangihe memiliki empat jenis Nectarinidae: Anthreptes malacensis, Leptocoma aspasia, Cinnyris jugularis dan Aethopyga duyvenbodei. Aethopyga duyvenbodei satu-satunya jenis endemik Pulau Sangihe.  Jenis paling penting di pulau ini, karena populasinya menurun drastis akibat hutan primer dan hutan sebagai serta hutan sekunder tua sebagai habitatnya mengalami deforestasi dan degradasi dalam skala luas, dikonversi menjadi lahan budidaya, sehingga hanya menyisakan sedikit blok-blok vegetasi hutan.  Walaupun burung ini juga dijumpai di area lahan budidaya, namun populasinya sedikit.  Populasinya terkonsentrasi di hutan primer dan sekunder tua, serta semak berbatasan hutan primer dan sekunder tua. Sementara vegetasi hutan tersebut hanya sedikit tersisa di Pulau Sangihe, sehingga statusnya dikategorikan IUCN dalam status Terancam (Endangered) (Mallo 2020).