Gambar 1. Foto Macrocephalon maleo sedang mengali lubang sarang |
Kamis, 29 Desember 2022
EVOLUSI DAN FILOGENI MACROCEPHALON MALEO DAN KERABATNYA (MEGAPODIIDAE)
Selasa, 11 Oktober 2022
BIOGEOGRAFI BABI SULAWESI (SUIDAE): KELOMPOK BABI SULAWESI TERTUA DI DUNIA DAN KEUNIKAN LAIN
Gambar 1. Foto Babyrousa sp. |
Pengantar
Babyrousa merupakan salah satu hewan mamalia saya
paling saya kagumi di Sulawesi, dan juga banyak ahli fauna mengagumi hewan ini.
Kekaguman ini karena keunikannya yang sangat berbeda dengan kelompok babi lain.
Terutama taringnya yang khas, sehingga membentuk sub famili sendiri.
Saya sering membaca di beberapa artikel dan mendengarkan cerita teman-teman berkecimpung di penelitian hewan tentang keunikan hewan ini, dan diduga merupakan hewan purba yang tersisa. Tetapi seluruh informasi tersebut hanya sekedar penjelasan tanpa menjelaskan rujukan literatur.
Sabtu, 06 Agustus 2022
FILOGENI DAN PENYEBARAN SOA-SOA LAYAR (Hydrosaurus): ENDEMISITAS SULAWESI YANG MENGAGUMKAN
Foto 1. Individu jantan Hydrosaurus celebensis di tepi sungai antara Desa Wawopada-Desa Kolaka (Morowali). |
Kamis, 07 Juli 2022
STATUS KEBERADAAN BENTET KELABU (Lanius schach) DI SULAWESI
Foto Lanius schach |
Pendahuluan
Penyebaran Bentet Kelabu secara global meliputi selatan tengah Kazakhstan, Selatan Uzbekistan, timur Turkmenistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, utara tengah dan timur Afghanistan dan Pakistan, India dan utara Sri Lanka, tengah, selatan dan tenggara China (termasuk Hainan), Taiwan, utara Vietnam (Tonkin dan Annam), Nepal, utara dan selatan Laos dan utara Thailand, mungkin selatan Myanmar (Tenasserim), selatan Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, tenggara dan timur laut Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Philippina (kecuali Palawan dan Sulu) dan, Kepulauan Sulu (Jolo), di selatan Philippina, timur Papua (del Hoyo et al. 2016).
Minggu, 29 Mei 2022
BIOGEOGRAFI BURUNG PULAU PASOSO: CATATAN KOLONISASI DAN POLA MIGRASI DARI DARATAN SULAWESI
Oleh: Fachry Nur Mallo* dan Moh. Ihsan Nur Mallo**
PENDAHULUAN
Jumat, 29 April 2022
JENIS, BIOGEOGRAFI DAN PENYEBAB KEPUNAHAN GAJAH SULAWESI
Oleh Fachry Nur Mallo
Gambar 1. Ilustrasi Palaeoloxodon namadicus, jenis gajah terakhir menghuni Sulawesi (Sumber: @Life Restoration di Wikipedia) |
Pengantar
Jika kita berbicara gajah sebagai hewan
Sulawesi, maka kita akan merasa heran dan tidak percaya, karena selama ini
gajah tidak dikenal sebagai hewan pernah menghuni Sulawesi. Kita hanya mengenal
Sumatera dan di Kalimatan pulau yang dihuni gajah di Indonesia.
Sesungguhnya Sulawesi pernah di huni
jenis-jenis gajah purba, yang saat ini tidak ditemukan lagi di dunia. Kepunahan
gajah terakhir di Sulawesi relatif belum lama, di era manusia sudah hadir di
daratan Sulawesi.
Awalnya penulis mengenal gajah penghuni Sulawesi tahun 1987 setelah membaca buku Geologi Sulawesi karangan Whitten, dkk. Saat itu tidak ada perhatian penulis terhadap hewan ini, sehingga menganggap bukan hewan penting di Sulawesi, dan kebetulan menghuni daratan Sulawesi yang terisolir.
Rabu, 26 Januari 2022
CATATAN BERBIAK BURUNG-MADU HITAM (Leptocoma aspasia) DAN BURUNG-MADU SANGIHE (Aethopyga duyvenbodei) DI PULAU SANGIHE
Gambar 1. Individu betina Aethopyga duyvenbodei di Gunung Sahendaruman, sedang mengambil material sarang serat buah Ceiba sp. |
Pendahuluan
Pulau Sangihe memiliki empat jenis Nectarinidae: Anthreptes malacensis, Leptocoma aspasia, Cinnyris jugularis dan Aethopyga duyvenbodei. Aethopyga duyvenbodei satu-satunya jenis endemik Pulau Sangihe. Jenis paling penting di pulau ini, karena populasinya menurun drastis akibat hutan primer dan hutan sebagai serta hutan sekunder tua sebagai habitatnya mengalami deforestasi dan degradasi dalam skala luas, dikonversi menjadi lahan budidaya, sehingga hanya menyisakan sedikit blok-blok vegetasi hutan. Walaupun burung ini juga dijumpai di area lahan budidaya, namun populasinya sedikit. Populasinya terkonsentrasi di hutan primer dan sekunder tua, serta semak berbatasan hutan primer dan sekunder tua. Sementara vegetasi hutan tersebut hanya sedikit tersisa di Pulau Sangihe, sehingga statusnya dikategorikan IUCN dalam status Terancam (Endangered) (Mallo 2020).